BIREUEN|METRO ACEH-Majelis hakim pengadilan negeri (PN) Bireuen, akhirnya menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara terhadap Yeni Lysha SH MH, Rabu (5/8). Isteri muda hakim mahkamah syar’iah Bireuen itu, terbukti secara sah menyiksa ATH (9) anak tirinya, saat masih menetap bersama terpidana ini di Komplek Dinas PU Desa Glumpang Payong, Kecamatan Jeumpa. Vonis ini, jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang menuntut terdakwa 8 bulan penjara.
Putusan atas perkara tersebut dibacakan hakim ketua, Muchtaruddin SH melalui sidang terbuka yang didampingi dua hakim anggota, Dr Muhammad Luthfan Hadi Darus SH MH dan Fuadi Prima Harsa SH. Meski kasus kekejaman ibu tiri dialami bocah itu secara sporadis, tapi pelaku tidak dijerat UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, malah hanya diproses dengan UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam amar putusannya, majelis hakim kembali membacakan fakta-fakta sesuai keterangan saksi, maupun ahli medis dan psikolog yang dihadirkan JPU ke persidangan. Terungkap bahwa, Yeni sering menyiksa ATH serta memaksa korban menyuci pakaian, piring dan menyapu. Terdakwa ini, juga dikabarkan kerap mengancam korban, agar aksi bar-bar ibu tiri itu tetap dirahasiakan, apabila sampai ayahnya tahu maka korban akan dipukul dan dikurung dalam kamar.
Fakta-fakta selama persidangan sesuai keterangan saksi dan korban, diketahui Yeni sering bertindak kasar, membentak serta menganiaya ATH. Berdasarkan hasil visum, ditemukan luka di pelipis kiri dan luka sekujur tubuh korban, diduga akibat benturan benda tumpul maupun bekas cakaran kuku. Selain itu diagnosa psikolog, diketahui korban mengalami trauma cukup parah, karena perlakuan ibu tirinya.
Parahnya lagi, terpidana yang tercatat sebagai sarjana hukum, serta mantan dosen Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI) Bireuen, disebut-sebut melarang bocah wanita ini pergi mengaji di balai pengajian terdekat. Selain tindak kekerasan, berdasarkan fakta-fakta yang dibacakan, terungkap perlakuan buruk Yeni hampir setiap hari dialami korban. Termasuk, perlakuan diskriminasi antara ATH dengan anak kandung terpidana ini.
Dengan fakta persidangan ini, akhirnya majelis hakim memutuskan hukuman maksimal terhadap Yeni, dengan vonis tiga tahun penjara atas perkara nomor 100/Pid.Sus/2020. Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan, melakukan perbuatan melawan hukum seperti diatur pasal 44 ayat 1 UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Terdakwa Yenny Lisha binti Pangaduan Lubis, bersama penasehat hukumnya menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Sementara JPU, Abrari Rizki Falka SH yang ditemui didampingi oleh pengawal tahanan, Agus Saputra usai persidangan itu mengaku, pihaknya juga menyatakan pikir-pikir terhadap vonis ini.
Pantauan media ini, usai sidang terlihat terdakwa menangis di kursi pesakitan, serta tampak shock menerima putusan berat itu. Lantas, suaminya memapah wanita ini keluar dari ruang persidangan. Sempat terdengar Yeni bersuara lirih dan tak percaya atas hukuman yang lebih berat dari tuntutan.(Bahrul)