BIREUEN|METRO ACEH-Akibat menulis berita terkait dugaan aksi penjarahan BBM subsidi, oleh perusahaan raksasa di Bireuen. Menyebabkan M Reza alias Epong Reza (31) wartawan media online, dituntut dua tahun penjara karena dituduh melakukan pencemaran nama baik H Mukhlis A.Md, selaku pelapor perkara UU ITE yang sukses menjerat insan pers itu.
Tuntutan tersebut dibacakan JPU Kejari Bireuen, Muhammad Gempa Awaljon SH MH dihadapan majelis hakim dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) setempat, Kamis (2/5). M Reza dituduh telah melakukan tindak pidana, karena melanggar pasal 45 A ayat (1) jo pasal 28 ayat (1) UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dalihnya, M Reza diperkarakan karena memposting link berita di media sosial (melink up-red) pada akun Facebook Epong Reza, dengan judul berita “Merasa Kebal Hukum Adik Kandung Bupati Bireuen Terus Gunakan Minyak Subsidi Untuk Perusahaan Raksasa”. Sehingga, dengan yakinnya JPU tunggal ini menuntut insan pers itu, dengan ancaman hukuman dua tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sontak saja, sejumlah pekerja media yang turut menyaksikan persidangan ini, terperanjat kaget, serta merasa kecewa atas tuntutan tersebut. Apalagi jaksa mengatakan, hal-hal yang memberatkan terdakwa karena tidak menyesali perbuatannya, berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan serta tidak adanya perdamaian. Sehingga, tidak adanya hal yang dapat meringankan jurnalis Bireuen ini.
Beberapa wartawan senior yang hadir dan turut memberi dukungan, sebagai bentuk solidaritas menyayangkan sikap arogansi JPU itu. Pasalnya, dianggap tak memiliki pertimbangan kemanusiaan, karena selain terdakwa merupakan mitra kerja koorps Adhyaksa ini, M Reza juga memiliki dua anak yang masih kecil, sehingga butuh perhatian orang tuanya.
“Kami heran saja, mengapa kasus-kasus kriminal lainnya banyak yang dituntut hukuman percobaan. Tetapi, terhadap perkara sepele ini malah ditekan gas dengan tuntutan dua tahun penjara,” ungkap Rusmadi yang juga Ketus PPWI Bireuen.
Dia mengaku, bukannya mengharapkan hukuman percobaan, namun tuntutan ini juga memperlihatkan diskriminasi hukum yang “dimainkan” oleh jaksa, serta dinilai kurang menghargai hubungan kemitraan dengan insan pers di Kabupaten Bireuen.
Rusmadi berharap, atas tuntutan yang dianggap kurang berperikemanusiaan itu, dapat menjadi pertimbangan majelis hakim, untuk memberi keputusan seadil-adilnya. Meski begitu, dia juga menyesali proses hukum yang tak seharusnya menjerat insan pers, karena membela hak masyarakat. Dengan menyoroti aksi penjarahan BBM subsidi.
Sidang yang diketuai Zulfida Hanum SH dan hakim anggota Muchtar SH serta Mukhtaruddin SH ini, dilanjutkan Senin 6 Mei mendatang, dengan agenda pledoi tetdakwa atas tuntutan jaksa.(Bahrul)