BIREUEN|METRO ACEH-Pelaksanaan uqubat cambuk terhadap seorang wanita terpidana perkara khalwat, yang digelar Kejari Bireuen di halaman Mesjid Sultan Jeumpa, Jum’at (4/10) dituding mengangkangi aturan dan mekanisme. Buntutnya, pihak terpidana melalui penasehat hukum, akan menuntut balik seluruh pihak yang terlibat dalam eksekusi cambuk tersebut.
Informasi yang diperoleh Metro Aceh menyebutkan, Nazariah (48) warga Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh dinyatakan bersalah melalui putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) RI nomor 3K/JN/2019 tanggal 26 Maret 2019, sehingga dieksekusi oleh pihak Kejari Bireuen hari ini, usai shalat Jum’at dengan hukuman delapan kali cambuk. Meski sebelumnya hakim Pengadilan Syar’iah sesuai putusan nomor 06/JN/2018 tanggal 4 Desember 2018, memvonis wanita itu bebas dan dinyatakan tidak bersalah. Namun, kasasi jaksa diterima oleh MA sehingga sekaligus membatalkan keputusan majelis hakim Mahkamah Syar’iah Bireuen.
Ironisnya, eksekutor dalam mengeksekusi terpidana ini, tidak mempedomani Peraturan Gubernur Aceh No 5 Tahun 2018 tentang pelaksanaan hukum acara jinayah. Seperti termaktub dalam pasal 48 ayat (2) yang berbunyi “Eksekusi Cambuk Terpidana Perempuan Dilakukan Oleh Jallad Perempuan, Terpidana Laki-laki dilakukan oleh Jallad Laki-laki”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pasalnya, eksekusi cambuk terhadap Nazariah tadi siang, dipastikan dilakukan oleh jallad laki-laki. Kondisi ini, jelas-jelas tak sesuai dengan pergub tersebut. Hal itu, menyebabkan proses eksekusi oleh Kejari Bireuen dianggap cacat hukum dan merugikan terpidana wanita ini.
Penasehat Hukum (PH) Nazariah, Ari Syahputra SH kepada media ini tadi sore mengaku, proses hukuman cambuk terhadap kliennya jelas-jelas cacat hukum, serta tidak sesuai mekanisme. Malahan, dia menuding eksekutor telah mengangkangi aturan, sehingga sangat merugikan kliennya.
“Kami sudah memastikan algojo yang mencambuk klien kami, adalah seorang laki-laki. Ini jelas-jelas mengangkangi Pergub Aceh, tentang pelaksanaan hukum acara jinayah,” ungkap Ari.
Dia menyesalkan tindakan eksekutor ini, karena tidak melaksanakan proses uqubat cambuk sesuai ketentuan. Selaku penasihat hukum terpidana itu, dirinya berencana menuntut Kejari Bireuen, Satpol PP dan WH Kabupaten Bireuen, Pemkab Bireuen serta Pemprov Aceh atas kesalahan prosedur eksekusi cambuk terhadap kliennya itu.
“Sebelum mengajukan gugatan atas kesalahan prosedur ini, kami terlebih dahulu akan melaporkan ke Ombudsman RI perwakilan Aceh, serta Jamwas Kejagung RI,” sebut Ari Syahputra.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Kasat Pol PP & WH), Jamaluddin yang dikonfirmasi via seluler membenarkan eksekusi itu dilakukan oleh Jallad laki-laki. Dia mengaku belum mengetahui tentang aturan tersebut, maka uqubat cambuk dilaksanakan seperti biasanya.
“Kami hanya mempersiapkan sarana dan prasarana, termasuk algojo yang bertugas untuk melakukan hukuman cambuk. Memang benar jallad yang hari ini melakukan eksekusi, merupakan laki-laki. Kami belum tahu jika terpidananya wanita maka Jalladnya harus wanita juga,” jelas Jamaluddin dibalik seluler.
Kasi Pidana Umum Kejari Bireuen, T Hendra Gunawan SH yang ditanyai terkait persoalan ini menjelaskan, pihaknya selaku eksekutor terhadap putusan MA telah melakukan tahapan sesuai proses hukum yang berlaku.
Menurutnya, semua persiapan kegiatan uqubat cambuk, termasuk menentukan algojo (Jallad) merupakan domainnya Wilayatul Hisbah,”Siapapun algojo yang melakukan hukuman cambuk, itu tetap dirahasiakan. Kami pun tidak tahu siapa yang jadi algojonya,” ujar T Hendra Gunawan. (Bahrul)