Oleh : Iqbal Fadillah
Islam dan Islamisme merupakan dua istilah yang berbeda. Islam adalah sebuah keyakinan, Sedangkan islamisme adalah politik keagamaan (Tibi, 2016:1). Islamisme merupakan sebuah pemahaman yang ditanamkan oleh sekelompok orang yang mengganggap Islam sebagai sebuah ideologi.
Secara historis latar belakang munculnya pandangan tersebut salah satunya karena tertanamnya semangat permusuhan antara Islam dan barat, yang mengakibatkan munculnya reaksi terhadap hal tersebut. Kelompok Islamisme memperluas konseptual pemahamannya dengan menyatakan bahwa Islam adalah agama yang mengatur semuanya, baik itu politik, sistem hukum, perekonomian, hingga kebudayaan dan pendidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu gerakan Islamisme yang tumbuh dan berkembang subur di kalangan umat Islam dengan pemberlakuan syariat di bawah suatu kekhalifahan global adalah Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir disebut juga Partai Pembebasan merupakan sebuah kelompok gerakan politik Islam yang didirikan oleh Syekh Muhammad Taqiyuddin An-Nabhany di Palestina pada tahun 1953, bertujuan untuk menegakkan kembali kekhalifahan Islam atau Negara Islam Dunia di bawah satu bendera. Hizbut Tahrir mempunyai agenda utama yaitu membangun kembali sistem Khilafah Islamiyah yang menjadikan islam sebagai tata aturan kemasyarakatan dan dasar konstitusi serta Undang-Undang.
Landasan dan tujuan utama dari gerakan Islamisme adalah keinginan untuk membangkitkan kembali kejayaan Islam yang saat ini dinilai tatanan kehidupan umat Islam dalam kondisi kemunduran ideologi yang disebabkan oleh pengaruh kapitalisme dan neoliberalisme, sehingga sistem perundang-undangan maupun hukum-hukum tidak berasal dari hukum Islam.
Eksistensi Dakwah HTI Pasca Pembubaran Oleh Pemerintah
Pembubaran legalitas HTI oleh Pemerintah memang memposisikan HTI dalam posisi lemah dan tidak dapat leluasa mengadakan mobilisasi secara terbuka. Namun tantangan sesungguhnya dari Pemerintah Indonesia adalah memastikan ideologi Khilafah ikut terkubur seiring pembubaran organisasi tersebut. Pembubaran HTI tidak serta merta membubarkan seluruh aktivitas kegiatan HTI.
Pasca pembubarannya oleh Pemerintah, Eks HTI masih konsisten melakukan dakwah dan manuver penegakan Khilafah Islamiyah di Indonesia. Berbagai kegiatan Eks-HTI cenderung terkamuflase melalui komunitas-komunitas kajian Islam diantaranya, Komunitas Yuk Ngaji, Muslim United, Ngaji dan Tausyiah (Ngunyah), Fiqih Wanita Ahli Surga (FITASA), serta Ngaji Every Time (NET) yang sedang dikembangkan di beberapa wilayah di Indonesia. Dalam kegiatan tersebut banyak dari anggota Eks HTI yang diwajibkan untuk mengajak rekan-rekannya agar mengikuti kegiatan tersebut, kemudian dilakukan perekrutan anggota baru terutama di kalangan generasi muda. Selain itu, kader-kader Eks HTI juga menyebarkan dakwah melalui media buletin Kaffah yang diduga kuat sebagai pengganti dari buletin Al-Islam milik HTI.
Manuver lain yang dilakukan oleh kelompok Eks-HTI yakni cenderung berafiliasi dengan Ormas Islam lainnya dalam setiap kegiatan maupun momentum yang berkaitan dengan mengkritisi Pemerintah diantaranya, Aksi Bela Islam, Aksi Bela Ulama maupun Kegiatan Dakwah lainnya, agar tidak dicurigai dan tidak menimbulkan penolakan maupun resistensi dari masyarakat sekitar, serta menghindari pengawasan Pemerintah.
Pilihan paling realistis bagi HTI pasca pembubaran oleh Pemerintah memang dengan menyalurkan kekuatannya melalui kekuatan – kekuatan politik di luar pemerintahan yang dijamin kebebasannya dalam kerangka demokrasi dan konstitusi, yaitu dengan bergabung dengan kelompok – kelompok yang dianggap sejalan dalam perjuangan penegakan syariat Islam di Indonesia. Karena pada dasarnya, Hizbut Tahrir mempunyai agenda utama yaitu membangun kembali sistem Khilafah Islamiyah, dengan menjadikan Islam sebagai tata aturan kemasyarakatan dan dasar konstitusi serta Undang-Undang.
Mencermati eksistensi konstruksi gerakan HTI meskipun telah dibubarkan oleh Pemerintah, perlu diantisipasi gerakan dakwah baru kader HTI yang lebih inovatif. Apabila konsistensi dakwah HTI tidak segera diwaspadai, dikhawatirkan proses indoktrinasi dan pengkaderan Eks-HTI akan tetap berjalan meskipun secara kelembagaan telah dibubarkan oleh Pemerintah, serta propaganda penegakan Khilafah Islamiyah oleh Eks-HTI akan semakin meluas.
Untuk itu, diperlukan sinergitas yang komprehensif lintas lembaga melibatkan Kemenkopolhukam, Kemendagri dan Kemenkumham dengan melibatkan para Ulama dan Ormas Islam, untuk merumuskan program lanjutan pasca pembubaran HTI, agar para kader Eks-HTI dapat meninggalkan konsep perjuangan penegakan Khilafah dan kembali kepada nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Selain itu, perlu melibatkan Kemendikbud dan Kemenristekdikti, guna melakukan pembinaan dan penyadaran tentang pentingnya ideologi Pancasila dan UUD 1945 di lingkungan dunia pendidikan, terutama di lingkungan kampus yang menjadi sasaran utama penyebaran doktrinasi HTI.