OPINI | METRO ACEH – Fraud atau kecurangan adalah sebuah pelanggaran serius yang seringkali terjadi dalam berbagai bentuk dan di berbagai tingkat lapisan masyarakat. Mulai dari skala kecil berupa individu hingga manipulasi besar-besaran yang melibatkan korporasi dan bahkan pemerintah, fraud merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan banyak pihak. Salah satu dasar dari penolakan terhadap fraud adalah nilai integritas dan kejujuran yang harus ditanamkan dalam setiap individu. Pendidikan sejak dini tentang pentingnya kejujuran dan konsekuensi dari kecurangan adalah kunci utama. Pendidikan ini tidak hanya terbatas pada institusi pendidikan formal, tetapi juga harus merambah ke dalam keluarga, lingkungan kerja, dan komunitas. Semakin awal kita mengajarkan nilai-nilai ini, semakin dalam pula akar integritas tumbuh dalam kehidupan seseorang.
Masyarakat yang menolak fraud juga harus didukung oleh sistem yang kuat dan transparan. Institusi hukum dan regulasi yang jelas akan memberikan dampak yang besar dalam pencegahan fraud. Harus adanya penerapan hukuman yang tegas dan adil untuk pelaku fraud tanpa pandang bulu. Ketika hukum ditegakkan secara konsisten dan adil, hal ini akan menciptakan efek jera dan mengurangi peluang terjadinya kecurangan. Selain itu, transparansi dalam setiap proses, baik di sektor publik maupun privat, adalah kunci untuk meminimalisir kesempatan terjadinya fraud. Akses terbuka atas informasi, seperti penggunaan anggaran pemerintah, proses tender, dan audit internal perusahaan, harus menjadi praktek umum yang mendukung akuntabilitas dan pengawasan yang efektif.
Teknologi juga memainkan peran penting dalam memerangi fraud. Penggunaan sistem keuangan yang terautomasi dan pengawasan elektronik yang intensif dapat membantu mengidentifikasi dan mencegah transaksi yang mencurigakan. Dengan bantuan big data da machine learning, pola-pola tidak biasa yang mungkin menunjukkan tindakan fraud dapat terdeteksi lebih awal. Namun, yang terpenting adalah peran serta masyarakat itu sendiri. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya dan dampak negatif dari fraud bisa menguatkan fondasi penolakan terhadap kecurangan. Inisiatif whistleblower atau pelapor pelanggaran perlu diproteksi dan dihargai, karena mereka membantu mengungkap kasus-kasus yang mungkin tidak terdeteksi melalui jalur regular.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemasyarakatan yang merupakan bagian dari kementrian hukum dan Ham juga selalu mendukung untuk menolak budaya fraud. Dimana inti dari upaya memperbaiki sistem pemasyarakatan adalah pengelolaan yang transparan dan bebas dari kecurangan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), sebagai lembaga yang mengawasi lembaga pemasyarakatan di Indonesia, memiliki peranan penting dalam memastikan bahwa seluruh proses di dalam sistem pemasyarakatan dijalankan dengan integritas dan keadilan. Maka dari itu, sikap tegas Dirjenpas dalam menolak keras segala bentuk fraud bukan hanya sekedar pernyataan, tetapi merupakan langkah progresif menuju reformasi penjara yang lebih efektif dan manusiawi. Kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan pemasyarakatan sering kali tercoreng oleh berbagai kasus korupsi dan kecurangan yang melibatkan oknum-oknum dalam sistem tersebut. Oleh karena itu, ketegasan Dirjenpas dalam menolak fraud menjadi sangat signifikan. Integritas harus menjadi fondasi utama dalam setiap aspek pengelolaan lembaga pemasyarakatan, mulai dari proses penahanan, pengadilan, hingga rehabilitasi.
Untuk menghapus fraud secara efektif, diperlukan penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ini berarti setiap proses dan keputusan dalam sistem pemasyarakatan harus dapat diakses dan dipertanggungjawabkan kepada publik. Penerapan sistem audit yang independen dan berkala, serta penguatan unit pengawasan internal, adalah langkah konkret yang dapat mendukung Dirjenpas dalam memerangi kecurangan. Mengeliminasi fraud bukan hanya tentang penegakan hukum; itu juga tentang mengubah mindset dan budaya kerja di dalam sistem pemasyarakatan. Program edukasi dan pelatihan yang kontinu untuk pegawai pemasyarakatan tentang etika, integritas, dan konsekuensi dari fraud adalah esensial. Pendidikan yang efektif dapat membangun pemahaman yang kuat tentang pentingnya menjaga keadilan dan kejujuran dalam menjalankan tugas.
Pentingnya sistem pelaporan kecurangan (whistleblowing) yang efektif tidak bisa diabaikan. Pegawai yang melaporkan kecurangan harus dilindungi dari segala bentuk ancaman atau pembalasan. Dirjenpas perlu memastikan bahwa ada saluran yang aman dan rahasia bagi pegawai untuk melaporkan setiap kecurangan, serta mekanisme follow-up yang cepat dan serius atas laporan tersebut. Fraud dalam sistem pemasyarakatan sering kali melibatkan aktor-aktor dari berbagai sektor. Oleh karena itu, peningkatan kerja sama antarlembaga, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan lembaga anti-korupsi, adalah vital. Kerjasama ini akan memperkuat upaya pencegahan dan penindakan terhadap fraud, serta meningkatkan efektivitas dari tindakan yang diambil.
Dengan menolak keras segala bentuk fraud, Dirjenpas tidak hanya memperkuat integritas sistem pemasyarakatan tetapi juga membantu memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Langkah-langkah tersebut adalah komponen kunci dalam membangun sistem pemasyarakatan yang tidak hanya efisien tetapi juga adil dan berwibawa. Melalui komitmen yang tak tergoyahkan terhadap integritas, transparansi, dan akuntabilitas, reformasi di lembaga pemasyarakatan dapat terwujud, memberikan dampak yang signifikan dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat.
Akhirnya, upaya mencapai WBK dan WBBM harus diikuti dengan evaluasi dan pemantauan yang berkelanjutan. Penilaian independen dan berkala terhadap efektivitas kebijakan anti-fraud dan praktik-praktik etis harus menjadi norma. Evaluasi ini akan membantu mengidentifikasi celah dan kelemahan dalam sistem serta mengembangkan solusi yang tepat waktu. Dengan memadukan langkah-langkah tersebut dalam kerangka WBK dan WBBM, Dirjenpas tidak hanya meningkatkan integritas dan kinerja lembaga pemasyarakatan tapi juga memperkuat komitmen mereka terhadap masyarakat untuk menyediakan sistem pemasyarakatan yang adil, bersih, dan melayani. Ini adalah bagian dari perjuangan yang lebih besar untuk reformasi yang menyelurah, membawa perubahan positif dalam cara institusi pemerintahan beroperasi dan berinteraksi dengan rakyatnya.
Dalam memerangi fraud, kita semua berperan sebagai garda terdepan. Dengan semangat kolektif dalam penolakan terhadap segala bentuk kecurangan, kita tidak hanya melindungi aset dan sumber daya yang kita miliki, tetapi lebih dari itu, kita sedang membangun fondasi untuk masa depan masyarakat yang lebih baik. Mari bersama-sama kita suarakan penolakan ini, bukan hanya sebagai tuntutan moral, tetapi sebagai komitmen bersama untuk menjaga dan menghormati nilai-nilai keadilan dan kebenaran demi keberlanjutan masyarakat kita.
*Penulis adalah mahasiswa Prodi Manajemen Pemasyarakatan, Universitas Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
Penulis : Teuku Muhammad Irvan Abdillah