Oleh : Mayjen TNI (Purn) Prijanto
G. Pringgodigdo, SH : “Negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyratan unsur-unsur tertentu, yaitu harus memiliki pemerintahan yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat yang hidup teratur sehingga merupakan suatu bangsa”.
Setelah Punakawan, Semar, Gareng (G), Petruk (P) dan Bagong (B) ngobrol bahwa bangsa Indonesia pernah menggunakan UUD 1945, lalu diganti UUD RIS, berganti lagi UUDS dan akhirnya balik Kembali ke UUD 1945, maka patahlah argumen arsitek ideolog amandemen yang mengatakan ‘kita tidak bisa memutar balik arah jarum jam’ ketika ada ajakan Kembali ke UUD 1945.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca “Obrolan Punakawan Ke-1 : KEMBALI KE UUD 1945, KITA TIDAK BISA MEMUTAR BALIK ARAH JARUM JAM
Mendengarkan obrolan Punakawan memang mengasyikan.
B : Romo, kemarin belum dijawab, apakah Kembali ke UUD 1945, bermaksud menggabungkan TNI dengan Polri lagi? Namun, Bagong tanya dulu, apakah Kembali ke UUD 1945 bermaksud kembali ke Orde Baru dan Dwifungsi ABRI hidup lagi?
Semar : Hehe.. Bagong anakku, tanya kok borongan. Satu belum dijawab sudah bikin pertanyaan lagi.
G : Tetapi Romo, pertanyaan tambahan Bagong juga penting. Sebab, ada yang tidak faham, curiga dan santer, Orde Baru dan Dwifungsi ABRI akan hidup kembali.
Semar : Baiklah anak-anakku. Kaitan Orde Baru (Orba) akan hidup lagi, tidaklah mungkin. Walaupun saat Orba jargonnya laksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, tetapi sesungguhnya saat itu juga belum maksimal melaksanakannya.
Orde atau Era tidak bisa lepas dari pemimpin, kepemimpinan dan produk kepemimpinannya serta pranata hukum. Orba itu kan Era pak Harto dengan para Menterinya. Jadi mana mungkin bisa kembali. Memang sulit menyebut batas Era atau Orde. Seperti saat ini, apakah bisa disebut Era Reformasi, jika situasinya seperti ini? Bingung bukan?
G : Kalau masalah Dwifungsi ABRI, bagaimana Romo?
Semar : Romo bilang itu WTS alias ‘waton suloyo’ atau asal omong beda. Emangnya di UUD 1945 ada pasal yang mengatur tentang Dwifungsi ABRI. Tidak ada bukan? Jadi ngapain mesti paranoid? He..he..he..
B : Romo, sekarang apakah benar TNI dengan Polri akan digabung lagi?
Semar : Gareng, Petruk, Bagong, mari kita lihat Tugas Pokok TNI dan Polri itu apa :
Tugas Pokok TNI (UU 34/2004) : “Menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.”
Tugas Pokok Kepolisian Negara RI (UU 2/2002) :
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
b. Menegakkan hukum.
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Sekarang Romo mau tanya sama kamu. Apakah Tugas Pokok TNI dengan Kepolisian itu sama ? Cermati obyek dari masing-masing Tugas Pokok, apa sama atau tidak? Lalu perbedaannya dimana?
B : Tugas Pokok TNI dengan Polisi sangat jelas beda, obyeknya berbeda juga. Obyeknya TNI adalah ‘keutuhan bangsa dan negara’. Sedangkan obyeknya Kepolisian adalah ‘masyarakat’.
Semar : Seratus untuk Bagong!! Narasi Tugas Pokok di atas sudah ada di hasil amandemen, dan turun ke Undang Undang. Artinya sudah ada kesadaran dan pemahaman bahwa Tugas Pokok TNI dan Polri adalah beda. Dengan demikian, setelah Kembali ke UUD 1945 asli, konsep yang ditawarkan justru pemisahan yang harus jelas antara TNI dengan Kepolisian. Fahami pengertian negara dari G. Pringgodigdo, SH.
Konsep yang ditawarkan tersusun dalam ‘UUD 1945 Disertai Adendum’. Ada Bab Pertahanan dan Keamanan Negara dan Bab Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Dengan demikian tidaklah benar, jika Kembali ke UUD 1945 itu ada niatan terselubung untuk menyatukan lagi TNI dengan Polri.
B : Apakah kedua Bab tersebut sebagai Adendum? Sebab di UUD 1945 asli sudah ada Bab XII tentang Pertahanan Negara.
Semar : Cerdas kamu Bagong! Bab XII disempurnakan menjadi Bab Pertahanan dan Keamanan Negara, dan ada adendum tentang Bab Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Sifat adendum ini memperjelas dan penyempurnaan.
B : Mengapa narasi Bab XII Pertahanan disempurnakan menjadi “Pertahanan dan Keamanan Negara”?
Semar : Penyempurnaan dimaksudkan untuk menghentikan polemik penggunaan kata “Keamanan”. Sebab obyek setelah kata ‘Keamanan’ memberikan implikasi yang berbeda. Keamanan Negara, Keamanan Masyarakat, Keamanan Pelabuhan, Keamanan Laut, Keamanan Bapak, Keamanan Ibu, dll, memberikan pengertian dan pelibatan yang berbeda.
Sebagai contoh, kasus diperairan Natuna (awal Januari 2020) pengerahan Bakamla sebagai unsur TNI melakukan pengamanan laut di perairan Natuna adalah benar, karena masalah keamanan laut Indonesia atau wilayah negara.
G : Romo, lalu apa bedanya Pertahanan Negara dengan Keamanan Negara?
Semar : Nolo Gareng, sejatinya kita punya disiplin ilmu yang sudah tua. Tetapi, tanpa disadari, ada tangan jahil yang menyisipkan ‘kata’ saat amandemen UUD 1945, yang membuat kita berpolemik. Menurut Romo memang disengaja, terutama oleh asing yang tidak ingin Indonesia tenang dan kuat.
Padahal kita memiliki disiplin ilmu yang tertata dengan jelas, dan sudah teraplikasikan. Bahwa Pertahanan Negara itu jika ada invasi dari negara asing. Keamanan Negara, terkait dengan ancaman dari dalam negeri terhadap keutuhan bangsa dan negara. Kamtibmas, berkaitan dengan keamanan dan ketertiban masyarakat.
B, G, P : Faham Romo !!! Semoga semua pihak bisa memahami seperti anak-anak Romo ini.
Semar : Insya Allah, amin. Karena sudah sore, obrolan kita lanjutkan besok. Romo akan cerita tentang bagaimana Bung Karno sebagai salah satu “founding fathers and mothers” menggetarkan ruang Sidang Umum PBB.[*]
*) ASTER KASAD 2006-2007 dan WAGUB DKI 2007-2012. RUMAH KEBANGKITAN INDONESIA