BIREUEN | METRO ACEH – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, menghentikan penuntutan perkara hukum berdasarkan keadilan restoratif justice (RJ) terhadap terdakwa yang menelantarkan keluarga di wilayah ini. Persoalan tersebut, dapat diselesaikan di luar proses persidangan setelah kedua pihak sepakat berdamai.
Demikian disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, Mohammad Farid Rumdana SH MH kepada awak media disela prosesi perdamaian di aula kejari setempat, Senin (13/12) sore. Menurutnya, keadilan restoratif adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi kejahatan, dengan menggelar pertemuan antara korban dan terdakwa, dilaksanakan sesuai Peraturan Jaksa Agung (PERJA) No 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dijelaskannya, sesuai pasal 1 angka (1) keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil, dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
“Alhamdulillah, hari ini kami sudah dapat menghentikan penuntutan perkara atas terdakwa Muhammad Adli bin Hamdani, dengan restoratif justice sesuai aturan yang berlaku,” ungkap Farid didampingi Kasi Intelejen, Muliana SH.
Disebutkannya, pada 29 September 2020 lalu, Muhammad Adli telah menikahi Rahmawati US di KUA Samalanga, serta tercatat dalam kutipan akta nikah nomor 0155/019/IX/2020. Setelah pasangan ini melangsungkan pernikahan, tersangka dan korban tak pernah tinggal bersama. Parahnya lagi, Muhammad Adli juga tak memberi nafkah sehari-hari, sehingga korban melahirkan anak mereka. Untuk bertahan hidup, Rahmawati dibiayai sepenuhnya oleh ibu kandungnya. Kasus itu, akhirnya berlabuh ke ranah hukum.
Namun, setelah dimediasi tim Kejari Bireuen, pada 1 Desember 2021 lalu Muhammad Adli dan Rahmawati serta pihak keluarga kedua pihak, maupun perangkat desa disaksikan penyidik dari Polres Bireuen dan Kajari Bireuen, Mohammad Farid Rumdana SH MH dan JPU yang menangani perkara itu, Muhammad Adli menyadari kesalahannya lalu menyatakan, tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, serta meminta maaf kepada Rahmawati yang tak lain istrinya sendiri. Sebagai bentuk penyesalan dan tanggungjawab, Muhammad Adli dalam kesempatan itu memberikan uang sebesar Rp 22 juta, sebagai syarat perdamaian yang sudah disepakati kedua pihak.
Setelah persoalan itu bisa diselesaikan secara perdamaian, Kajari Bireuen dan tim JPU lalu menggelar perkara (ekpose) dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, terkait penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif justice, dalam perkara tersangka Muhammad bin Hamdani yang disangkakan melanggar pasal 49 huruf a UU RI no 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT), atas korban Rahmawati US.
“Hasil gelar perkara yang kami lakukan setuju untuk dihentikan penuntutan, berdasarkan keadilan restoratif,” jelas Farid Rumdana seraya mengaku ini perkara pertama di Bireuen yang diselesaikan secara restoratif justice.(Bahrul)