NISAM|METRO ACEH-Kendati pesta demokrasi sudah berakhir, namun berbagai ketimpangan pengelolaan dana pemilu 2019 masih menyisakan masalah yang tak terselesaikan. Ragam persoalan penyelewengan anggaran pada sejumlah kecamatan di Aceh Utara, dilaporkan kembali mencuat ke publik dan menuai polemik.
Setelah sinyalemen penyimpangam dana pemilu di Kecamatan Baktya, beberapa waktu lalu menyeruak ke permukaan dan seolah tidak terjamah hukum. Kini, kasus serupa dikabarkan terjadi di Kecamatan Nisam, Aceh Utara.
Parahnya, pihak PPK Nisam malah lebih tajam dan nekat menyunat honor terakhir PPS, serta staf sekretariat PPS pada 29 desa di kecamatan itu dengan jumlah cukup fantastis. Sikap rakus dan tamak oknum PPK Nisam, beserta staf sekretariatnya, memancing kemarahan sejumlah PPS yang telah berakhir masa tugas per 30 Juni lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mereka meradang, karena honornya dipotong oleh PPK sebesar Rp 150 ribu per orang, atau Rp 900 ribu per desa dengan akumulasi enam orang terdiri dari tiga PPS dan tiga staf sekretariat PPS. Lantas, mengadu ke Unit Tipikor Satreskrim Polres Lhokseumawe, Kamis lalu.
Sejumlah sumber ketua dan anggota PPS di Nisam menuturkan, selama ini PPK setempat sangat agresif dalam menggerogoti hak-hak KPPS maupun PPS selaku ujung tombak penyelenggara pileg dan pilpres.
“Kami sangat kecewa dengan sikap PPK Nisam, mereka terus menerus bersikap culas memangkas hak kami. Selama ini teman-teman PPS diam, tapi saat hak terakhir juga disikat dengan dalih untuk biaya pembubaran PPS yang cukup besar, kami jelas keberatan dan tak bisa menerimanya,” ungkap sumber PPS yang tak mau ditulis nama.
Dia mengaku, jika satu desa dipangkas mencapai Rp 900 ribu dan bila dikalikan 29 desa di kecamatan itu, maka hak PPS dan staf sekretariat PPS berhasil terhimpun sebanyak Rp 26 juta lebih. Itu belum lagi, pemotongan serta penggelapan dana pemilu lainnya yang dilakukan bendahara PPK Nisam.
Diantaranya, pemotongan dana ATK PPS yang berjumlah Rp 2.160. 000 per tahap atau empat bulan, hanya direalisasi Rp 950 ribu pertahap. Dana ini kabarnya, dikucurkan selama tiga tahap dan setiap penyaluran, tetap dipangkas oleh PPK.
Lalu, uang makan KPPS sebesar Rp 1.377.000 dan biaya pembuatan TPS Rp 1.600.00, namun untuk kedua item tersebut hanya dikucurkan Rp 1.600.000 saja, sedang Rp 1,3 juta raib disikat PPK.
Selain itu, dana rekrutmen KPPS sebanyak Rp 450 ribu per TPS yang tak pernah disalurkan. Ditambah lagi uang transport KPPS untuk dua orang Rp 102 ribu per TPS, serta berbagai anggaran pemilu lainnya yang menjadi misteri. Sehingga, diperkirakan ratusan juta rupiah dana pemilu, mengalir mulus ke dalam saku oknum PPK Nisam.
“Karena kami merasa kecewa, masalah ini sudah kami sampaikan ke Kanit Tipikor Polres Lhokseumawe. Untuk diusut dan diproses sesuai hukum,” tukas seorang anggota PPS.
Buntut persoalan tersebut, PPK Nisam mencoba melakukan rekonsiliasi serta mengembalikan honor yang dipangkas itu. Agar persoalan ini tidak melebar, namun kabarnya hanya diberikan hak Ketua PPS saja, sedang yang lainnya belum dikembalikan,”Beberapa PPS malah sampai saat ini belum bersedia menerima honor itu, akibat disunat oleh PPK,” tambah sumber media ini.
Ketua PPK Nisam, Nahyul Mauli yang dikonfirmasi Metro Aceh terkait tudingan itu, Minggu (14/7) mengaku, honor PPS dan sekretariat PPS yang dipotong sudah dikembalikan seluruhnya.
Menurut dia, honor PPS itu rencananya untuk kebutuhan biaya kegiatan acara perpisahan PPS se-Kecamatan Nisam. Namun, karena timbul persoalan maka sudah dikembalikan semua. Sementara, terkait uang makan dan uang pembuatan TPS saat hari H pemilu, Nahyul mengaku lupa dan tidak ingat lagi.
“Kalau dana rekrutmen KPPS, sudah kami salurkan melalui masing-masing Ketua PPS. Jumlahnya sebesar Rp 450 ribu per TPS tanpa pemotongan, ” jelasnya.
Bendahara PPK Nisam, Syarifuddin yang dihubungi melalui seluler membenarkan ada pemotongan honor PPS dan staf PPS, atas arahan PPK untuk biaya acara perpisahan. Tetapi, karena ada komplain maka sudah dikembalikan, baik melalui Ketua PPS maupun diserahkan langsung kepada penerima. Malah, sudah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.
Syarifuddin juga membenarkan pihaknya mengucurkan uang makan dan uang pembuatan TPS sejumlah Rp 1,6 juta per TPS, sesuai porsi dana yang tersedia sebesar itu. Dia membantah pihaknya menyikat dana rekrutmen KPPS, pasalnya sudah disalurkan melalui Ketua PPS.
“Saya sudah menjalankan tugas sebagai bendahara PPK, sesuai aturan dan tidak benar jika ada tudingan miring terhadap kami,” tukasnya.(Bahrul)