JAKARTA|METRO ACEH-Beredarnya isu jaksa penuntut umum (JPU) persidangan Habib Rizieq Sihab, telah menerima suap dipastikan sebagai berita hoax. Hal itu, ditegaskan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melalui keterangan pers yang diterima media ini, Minggu (21/3).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menegaskan bahwa ada video yang beredar di media sosial, seperti facebook, twitter, instagram dan youtube. dengan narasi “terbongkar pengakuan seorang jaksa yang mengaku menerima suap kasus sidang habib rizieq sihab, Innalillahi semakin hancur wajah hukum Indonesia”. Lalu, mengkaitkan penjelasan Kepala Sub Direktorat Tindak Pidan Korupsi pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus tahun 2016. Seolah-olah terkesan, seorang jaksa dalam perkara HRS telah ditangkap karena menerima suap.
Untuk mengklarifikasi penyebaran hoax itu, Kapuspenkum Kejagung RI memberi penjelasan bahwa video penangkapan seorang oknum jaksa oleh tim saber pungli Kejaksaan Agung tersebut, merupakan peristiwa yang terjadi tahun 2016 silam, serta bukan pengakuan jaksa dalam kasus HRS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, penangkapan oknum jaksa berinisial AF di Jawa Timur itu, terkait pemberian suap dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi penjualan tanah kas desa di Desa Kali Mok, Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep. Disebutkannya, pejabat yang menjelaskan penangkapan AF yakni Kepala Sub Direktorat Tindak Pidan Korupsi pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Yulianto SH MH yang kini mengemban tugas sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Timur (NTT).
Leonard menandaskan, bahwa video penangkapan oknum Jaksa AF tidak ada kaitan dan hubungannya dengan proses sidang Muhammad Rizieq alias Habib Rizieq Sihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, yang saat ini sedang disidangkan,”Kami memastikan bahwa video sebagai berita hoax. Masyarakat kita harapkan tidak menyebarluaskan video tersebut, serta tidak mudah percaya dan terprovokasi dengan berita bohong atau hoaks sebagaimana video yang sedang beredar saat ini,” ucap Leonard.
Dia mengingatkan, agar seluruh lapisan masyarakat tidak membuat berita atau video atau informasi yang tidak benar kebenarannya, dan atau ikut menyebar-luaskannya kepada publik melalui jaringan media sosial. Karena perbuatan tersebut, dapat dijerat dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya pasal 45A ayat (1) yang berbunyi “ Setiap orang, yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dipidana dengan pidana penjara 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). (Bahrul)