BIREUEN|METRO ACEH-Keberhasilan program Grand Design Alternative Development (GDAD) di Kabupaten Bireuen, yang dilaksanakan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) selama empat tahun terakhir, dinilai telah memberi hasil cukup menggembirakan dalam upaya pemberantasan narkotika jenis ganja di bumi serambi Mekkah.
Demikian disampaikan Kepala BNN Propinsi Aceh, Bringjen Pol Drs Heru Pranoto M.Si saat ditemui Metro Aceh di Meuligoe Bupati Bireuen, Jum’at (13/11) malam. Menurutnya, program GDAD bertujuan mengubah pola pikir (mindset) masyarakat, dari kebiasaan menanam ganja berubah ke tanaman produktif di area perkebunan. Sehingga, penanaman ganja di pelosok hutan, lambat laun akan terkikis berkat dukungan pemerintah, untuk meningkatkan hasil komoditas potensial di Aceh.
Dia menyebutkan, berkat dukungan dari berbagai pihak, disertai kerja keras dan semangat para petani, program ini telah memperlihatkan hasil menggembirakan, ditandai dengan berkurangnya produksi ganja selama beberapa tahun ini. Dia berharap, melalui program GDAD yang diprakarsai oleh BNN, masyarakat dapat beralih dari sebelumnya menanam ganja yang ilegal, ke tanaman legal yang juga memiliki nilai ekonomi tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Program ini akan terus berlanjut, untuk memutus mata rantai produktifitas ganja di Aceh. Masyarakat tetap didorong, agar bercocok tanam secara legal, sehingga tidak lagi mudah dipengaruhi oleh para bandar narkotika, maupun jaringannya yang memanfaatkan petani,” ungkapnya.
Heru Pranoto menambahkan, program ini terbukti sangat baik dan efektif, untuk memberantas penanaman ganja, serta meningkatkan ekonomi masyarakat pada beberapa kabupaten di Aceh. Bahkan, tahun ini di Kabupaten Bireuen tercatat sebanyak 12 ribu ha area perkebunan, ditanami jagung melalui program GDAD yang sudah dilakukan panen raya Februari lalu.
“Meski saat ini belum seratus persen penanaman ganja di Aceh hilang, tapi penurunannya cukup drastis, setelah lahan-lahan semakin banyak ditanami komoditas perkebunan yang potensial dan memiliki nilai ekonomi tinggi,” jelas Heru Pranoto.
Bupati Bireuen, Dr H Muzakkar A Gani SH M.Si menambahkan, pemerintah daerah memiliki komitmen kuat untuk terus melaksanakan program ini. Menurutnya, pasca panen raya selama beberapa tahun terakhir, terlihat begitu besar dampak dari program GDAD yang nyata memberi keuntungan bagi masyarakat.
Pihaknya akan terus bekerjasama dengan BNN, untuk mengimplementasi program ini secara berkesinambungan. Disebutkannya, jika tahun 2020 tercatat 12 ribu hektar lahan dimanfaatkan untuk area penanaman komoditas jagung. Maka, tahun 2021 Pemkab Bireuen telah merancang 20 ribu hektar lahan yang jadi target program tersebut.
“Program ini terbukti telah mendongkrak kesejahteraan masyarakat, jika sebelum ada GDAD angka kemiskinan 14,8 % tapi setelah program itu berjalan, angka kemiskinan menurun hingga 12,7 %. Jadi statistik ini sangat jelas, berkat aktifitas masyarakat yang ramai-ramai menanam jagung, sehingga mampu meningkatkan ekonomi,” sebut Muzakkar.
Berdasarkan catatan media ini, sejak puluhan tahun lalu, ganja atau mariyuana (cannabis) sebagai salah satu narkotika terlarang, pernah menjadi tanaman yang dibudidaya masyarakat di kawasan pedalaman Aceh secara ilegal. Bahkan, bumi serambi Mekkah ini juga sempat terkenal sebagai penghasil ganja terbesar di tanah air. Namun, lambat laun berkat operasi polisi dan badan narkotika nasional (BNN), yang menjelajahi hutan-hutan diberbagai wilayah untuk memberantas ladang ganja, serta keberhasilan program Grand Design Alternative Development (GDAD). Telah memberikan hasil nyata, dengan menurunnya jumlah dan angka produksi tanaman haram tersebut di Aceh.
Ganja Aceh sejak dulu cukup terkenal dan memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dahulu banyak petani yang terjerumus rayuan para cukong mafia maupun bandar, untuk ikut menanami kebun mereka dengan tanaman itu. Harapannya, mendapat penghasilan besar yang memadai dari hasil panen tanaman ini. Kondisi tersebut, sebenarnya terjadi diseluruh belahan dunia, khususnya di negara-negara berkembang yang perekonomian rakyatnya belum begitu membaik.
Sehingga, sejak 1998 masyarakat dunia dimotori United Nation Office on Drug and Crimes (UNODC), menggagas solusi melalui Grand Design Alternative Development untuk mengkonversi tanaman narkotika, menjadi tanaman produktif yang bermanfaat dan bernilai jual tinggi. Seluruh negara-negara yang sudah terdeteksi memiliki tanaman narkotika, seperti di Asia jenis opium dan ganja di Thailand, Laos, Myanmar, Philipina serta Indonesia, maupun tanaman Koka di Columbia, Bolivia dan Peru di benua Amerika. Telah bersepakat menyelesaikan persoalan tanaman narkotika, dengan mengutamakan kepentingan ekonomi masyarakat melalui implementasi GDAD.
Berkat keseriusan dan komitmen BNN Aceh, dalam mengatasi masalah budidaya ilegal tanaman ganja di propinsi ujung barat Indonesia ini, perlahan-lahan angka produksi mariyuana Aceh terus menurun secara signifikan. Bukan hanya keberhasilan BNN dan pihak berwajib saja, dalam operasi pembasmian ladang ganja di seantero tanah rencong. Tetapi suksesnya implementasi program GDAD sebagai pilot project nasional, pada tiga kabupaten juga turut mempengaruhi anjloknya produksi tanaman ganja di Aceh sejak tiga tahun terakhir.
Ketiga wilayah sasaran program GDAD yakni Kabupaten Aceh Besar, Gayo Luwes dan Kabupaten Bireuen, tiga kawasan ini tercatat pernah menjadi daerah penghasil ganja terbesar di Aceh. Sehingga, dilakukan desain khusus mengubah tanaman ganja menjadi tanaman produktif, serta merubah penanam ganja jadi petani produksi unggulan, pada berbagai sektor penghasil komoditas pertanian. GDAD merupakan program pemerintahan di era Presiden Jokowi, sebagai bentuk keseriusan melindungi warga negara dari ancaman bahaya narkotika. Program ini, hanya dilaksanakan di Propinsi Aceh sebagai pilot project untuk Indonesia.(Bahrul)