BIREUEN|METRO ACEH-Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bireuen, memvonis bebas seorang kakek yang didakwa menjadi pelaku penyimpangan seksual terhadap anak (pedofilia). Orang tua korban mengaku sangat kecewa, dan mengecam keras putusan yang melukai rasa keadilan ini.
Informasi yang diperoleh Metro Aceh menyebutkan, majelis hakim memvonis bebas MZ alias MD (54) yang didakwa telah mencabuli sebut saja Melati (8). Akibat perbuatan pelaku pedofilia itu, siswi kelas 3 SD ini mengalami luka pada bagian intimnya, serta menderita trauma psikis.
Putusan hakim dinilai bukan saja telah menodai rasa keadilan, namun dianggap tidak melindungi hak anak yang menjadi korban tindak kekerasan orang dewasa. Bahkan, bertentangan dengan semangat syariat Islam yang diterapkan di Aceh. Belum lagi, intimidasi keluarga terdakwa terhadap keluarga korban, gara-gara kasus ini bergulir ke ranah hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ayah korban, Muhammad Faisal (38) warga salah satu desa di Kecamatan Peusangan kepada media ini mengatakan, majelis hakim melalui persidangan yang digelar, Rabu (12/8) menyatakan terdakwa tidak bersalah dan membebaskannya dari segala dakwaan. Putusan tersebut, menurut dia tidak adil dan sangat mengecewakan.
“Kami jelas tidak bisa menerima putusan hakim ini, karena anak saya menjadi korban perbuatan bejat pelaku itu. Padahal, bukti visum dan keterangan saksi sudah cukup jelas,” ungkapnya.
Menurut Faisal, puteri sulungnya itu kini masih mengalami trauma berat, bahkan kerap dihantui rasa ketakutan apabila melihat rumah terdakwa yang berdekatan dengan rumah mereka. Dia menjelaskan, sesuai hasil visum diketahui bahwa Melati mengalami luka di bagian kemaluannya, akibat benda tumpul dan bukan karena penyakit.
Dikisahkannya, sesuai pengakuan korban setelah peristiwa itu, kronologis kejadian bermula pada Senin 21 Oktober 2019 lalu. Saat Melati (nama samaran-red) kala itu masih duduk di kelas 2 SD, baru pulang sekolah. Setelah mengganti baju seragam, puterinya bermain ke rumah temannya yang merupakan saudara pelaku pedofil ini.
Namun, tiba-tiba dipanggil oleh MZ yang berada disamping rumah, menawarkan roti nabati. Korban yang mengenal baik tetangganya ini, tanpa curiga mendekati untuk menerima pemberian kue itu. Lalu, pelaku menarik tangan Melati kemudian membawanya ke semak-semak. Lantas, menarik celana bocah perempuan ini dan mencabulinya. Saat MZ sedang melampiaskan nafsu syahwat, korban berusaha melawan dan menggigit tangan pelaku.
Usai melepaskan hasrat bejatnya, pelaku mengancam korban agar tidak memberi tahu kepada siapapun, atas aksinya itu seraya mengancam akan memukuli Melati apabila diberitahu ke orang lain. Semula, kejadian ini ditutup rapat-rapat oleh korban, hingga lima hari kemudian Melati mulai mengeluh sakit jika sedang kencing.
“Kami mencoba memeriksa penyebab sakitnya, ternyata ada bekas luka dan ada dugaan tidak wajar. Maka, malam hari kami antar ke bidan desa guna diperiksa,” jelas Muhammad Faisal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal oleh Bides, diketahui bahwa bagian intim Melati mengalami kerusakan dan terjadi infeksi. Lalu, disarankan untuk dibawa ke rumah sakit di Bireuen, guna dilakukan visum. Korban yang terus dibujuk akhirnya mengaku, serta menceritakan semua pengalaman buruk yang dilakukan MZ. Kemudian, kasus ini dilapor ke Pos Polisi terdekat, lalu ke Mapolsek Peusangan hingga ke Polres Bireuen. Tak berselang lama, petugas langsung mengamankan pelaku serta memprosesnya sesuai jalur hukum dan melakukan penahanan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, M Junaedi SH MH melalui Kasi Pidum, Helfandra Busrian SH yang ditanyai membenarkan putusan bebas hakim PN Bireuen, atas terdakwa MZ yang diduga menjadi pelaku pencabulan anak.
“Kami akan melakukan upaya kasasi atas putusan ini,” sebutnya.
Ketua majelis hakim, Muchtar SH yang dikonfirmasi terkait vonis kontroversi ini mengaku, putusan bebas atas terdakwa merupakan hasil musyawarah majelis hakim, terhadap fakta-fakta persidangan dan keterangan para saksi. Meski salah satu majelis hakim, berbeda pendapat serta mengajukan dissenting opinion.
“Pertimbangan majelis hakim, terdakwa tak terbukti melakukan tindakan seperti yang didakwakan, sehingga harus dibebaskan dari semua dakwaan. Menurut kami, itu adalah putusan yang mencerminkan rasa keadilan,” ungkap Muchtar.
Dia menandaskan, setiap hakim memiliki semboyan yang selalu dipegang teguh yaitu “Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah, daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah”.(Bahrul)