BIREUEN|METRO ACEH-Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen kembali menghentikan penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif. Kali ini, jaksa berhasil menyelesaikan persoalan hukum kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yang terjadi di Dusun Ulee Gajah Gampong Lancok-lancok, Kecamatan Kuala.
Tim Tindak Pidana Umum Kejari Bireuen, pada Kamis (3/2) telah menghentikan penuntutan perkara yang menjerat Sulaiman bin Jamil, atas perlakuan kasar terhadap istrinya yang berlabuh ke ranah hukum, seperti diatur dalam pasal 44 (4) UU Nomor 23 tahun 2004 tentang KDRT dengan ancaman hukuman empat bulan atau denda Rp 5 juta. Penghentian tersebut, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung (PERJA) No 15 tahun 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, Farid Rumdana SH MH didampingi Kasi Intelijen, Muliana SH dan Kasi Pidana Umum kepada awak media menuturkan, penuntutan perkara terhadap Sulaiman bin Jamil, dihentikan berdasarkan keadilan restoratif. Karena kedua pihak telah bersepakat menerima upaya perdamaian, serta memenuhi syarat untuk diselesaikan secara restorative justice (RJ).
Menurutnya, pada Kamis 31 Januari lalu telah dilakukan ekspose untuk diajukan persetujuan penghentian penuntutan dan melaksanakan penyelesaian berdasarkan keadilan restoratif di hadapan Direktur Tindak Pidana Oharda dan jajarannya, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh beserta jajaran, oleh Olh Kajari Bireuen Zulham Dams SH didampingi Kasi Intelijen, Muliana SH serta jaksa fasilitator Fadli Setiawan SH M.Kn.
Hasilnya, Direktur Tindak Pidana Oharda menyatakan perkara Sulaiman Bin Jamil memenuhi persyaratan untuk melalui proses RJ sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, yaitu; a. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana; b. ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun.
Farid Rumdana menjelaskan, persoalan itu bermuala pada tanggal 24 Mei 2021 lalu, ketika Sulaiman terlibat cek cok mulut dengan istrinya sekira pukul 12.30 WIB. Perselisihan diantara keduanya ini, berbuntut tindakan kasar tersangka yang mencengkeram keras mulut dan dada Siti Hasanah binti M Thaib. Akibatnya, korban mengalami memar di dadanya, serta merasakan sesak nafas.
“Karena mengingat pertengkaran dalam rumah tangga dan proses hukum pidana, dapat berdampak terhadap korban serta anak-anaknya, maka kami mengusulkan agar dapat diminta penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” jelas Farid.
Ditambahkannya, RJ merupakan metode alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang menitikberatkan pemulihan keadaan dan kondisi, demi tercapainya keadilan dan keseimbangan antara pelaku dan korban, melalui mekanisme yang dimediasi Jaksa Penuntut Umum (JPU), untuk menciptakan kesepakatan perdamaian.
Informasi yang diperoleh Metro Aceh menyebutkan, sebelumnya pada 20 Januari lalu Sulaiman bin Jamil dan istrinya Siti Hasanah binti M Thaib telah dipertemukan di Kejari Bireuen. Setelah difasilitasi oleh Kasi Pidum dan jaksa fasilitator, keduanya telah sepakat berdamai dengan syarat tersangka bersedia membayar ganti rugi sebesar Rp 15 juta.(Bahrul)