BIREUEN|METRO ACEH-Persoalan kasus hukum yang menjerat wartawan media online di Bireuen, dituding sebagai suatu bentuk kriminalisasi terhadap insan pers. Pernyataan itu disampaikan tim pengacara terdakwa M Reza alias Epong Reza, usai sidang perdana yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Bireuen, Selasa (5/2).
Demikian pernyataan M Ari Syahputra SH kepada awak media ini, menyikapi perkara yang membelit kliennya Epong Reza, setelah pembacaan dakwaan oleh JPU Kejari Bireuen di hadapan majelis hakim. Pasalnya, terdakwa yang hampir tiga bulan ditahan penyidik polisi beserta jaksa, merupakan sengketa pemberitaan dan seharusnya diproses sesuai jalur UU Pers.
“Kami menilai perkara ini sebagai bentuk kriminalisasi pers di Bireuen, karena kasus yang menjerat klien kami adalah sengketa pers, harusnya diselesaikan sesuai aturan UU Pokok Pers,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
M Ari Syahputra didampingi rekannya H A Muthallib Ibr SE SH M.Si Mkn mengaku kasus itu bergulir hingga ke pengadilan, setelah Dirut PT Takabeya Grup Perkasa, H Mukhlis A.Md melaporkan klien mereka dan Media Realitas ke polisi pada Agustus 2018, karena dianggap telah mencemarkan nama baik pengusaha sukses itu, dengan berita berjudul “Diduga Kebal Hukum, Adik Bupati Bireuen Terus Gunakan Minyak Subsidi Untuk Perusahaan Raksasa”.
“Anehnya, laporan H Mukhlis terhadap Media Realitas, kok malah hilang begitu saja. Namun penyidik hanya membidik pribadi wartawan ini,” timpal H A Muthallib yang juga merupakan pimpinan redaksi Media Realitas, serta sekaligus berprofesi sebagai advokat.
Sehingga Epong Reza ditahan polisi sejak 21 Desember 2018, kemudian dilanjutkan sebagai tahanan jaksa, karena dijerat pasal 45 ayat (3) jo pasal 24 ayat (3) UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan traksaksi Elektronik (ITE), sebagaimana yang telah dirubah dengan UURI No 19 tahun 2016.
Dalam sidang perdana hari ini, dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU, dihadapan majelis hakim PN Bireuen yang diketuai Zufida Hanum SH MH dan hakim anggota Mukhtar SH serta Mukhtaruddin SH. Jaksa mendakwa Epong Reza telah melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
JPU menyatakan, pada 25 Agustus 2018 terdakwa mendapatkan informasi bahwa ada penyalahgunaan BBM subsidi pada SPBU di Gampong Sawang, Kecamatan Peudada. Selanjutnya Epong Reza menulis berita itu, kemudian link pemberitaan tersebut dibagikan melalui akun media sosial facebook.
Akibat perbuatannya, terdakwa dijerat hukum karena postingannya di akun medsos itu. Bahkan postingan itu telah dibagi sebanyak 19 kali, lalu dikomentari 55 kali, serta ditanggapi 99 kali.
Menanggapi dakwaan jaksa, pengacara muda ini beranggapan dan berasumsi, bahwa dakwaan kabur. Karena persoalan itu tidak jelas, apakah masalah UU ITE atau sengketa pers. Pasalnya, JPU telah membuat peristiwa hukum berkenaan dengan pemberitaan yang ditulis oleh klien mereka, sebagai salah seorang wartawan.
“Kami heran, kan yang disebarkan itu produk media massa, jadi mengapa pemilik akun facebook yang dibidik. Harusnya pihak redaksi media yang dipersoalkan, karena memuat berita tersebut,” ungkap M Ari Syahputra.
Pantauan Metro Aceh tadi siang, sidang sempat diskor beberapa saat, karena kendala tehnis. Puluhan pekerja media di wilayah itu, terlihat berkerumun memenuhi ruang persidangan, bentuk solidaritas terhadap Epong Reza sesama komunitas wartawan, disamping untuk melakukan kegiatan liputan terkait kasus tersebut.
Persidangan perkara yang menjerat insan pers ini, akan dilanjutkan dengan eksepsi penasehat hukum terdakwa pada Selasa 12 Maret mendatang. (Bahrul)