JAKARTA|METRO ACEH-Kebebasan pers di tanah air kembali ternodai, akibat ulah segelintir oknum aparat kepolisian yang melakukan tindak kekerasan, terhadap sejumlah jurnalis saat meliput aksi demo di depan Kantor Bawaslu RI, Rabu (22/5).
Selain mengecam tindakan brutal oknum polisi yang diduga dari kesatuan Brimob, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga mendesak Polri, untuk mengusut tuntas insiden tersebut, mengingat tugas para insan pers itu dijamin dan dilindungi UU.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan siaran pers AJI Jakarta yang diterima Metro Aceh menyebutkan, sesuai hasil verifikasi Divisi Advokasi AJI Jakarta, diketahui sedikitnya tujuh jurnalis mengalami tindak kekerasan, intimidasi dan persekusi oleh aparat keamanan yang terjadi sejak dini hari hingga tadi pagi.
Diantaranya Budi Tanjung (Jurnalis CNN Indonesia TV), Ryan (CNN Indonesia.com), Ryan (Jurnalis MNC Media), Fajar (Jurnalis Radio Sindo Trijaya), Fadli Mubarok (Jurnalis Alinea.id) dan dua jurnalis RTV yaitu Intan Bedisa dan Rahajeng Mutiara.
Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta, Erick Tanjung menuturkan, peristiwa ini terjadi saat para jurnalis meliput aksi kericuhan massa, di sekitar gedung Bawaslu RI. Dia mengaku, pihak kepolisian melarang insan pers merekam detik-detik penangkapan demonstran yang diduga sebagai provokator.
Jurnalis Transmedia, Budi Tanjung dipukuli pada bagian kepala, serta hasil rekaman video di ponselnya dihapus secara paksa, oleh beberapa oknum Brimob tepat di depan Gereja Kristen Indonesia (GKI), kawasan jalan Wahid Hasyim Jakarta Pusat.
Selain itu, peristiwa kekerasan lainnya juga dialami jurnalis CNNIndonesia.com, Ryan saat meliput di Jalan Jatibaru, Jakarta Pusat. Saat itu, Ryan sedang merekam aksi polisi yang menangkap provokator massa. Namun, polisi merebut ponselnya dan meminta menghapus video.
Ryan dipukul di bagian wajah, leher, lengan kanan bagian atas, dan bahu oleh beberapa anggota Brimob dan orang berseragam bebas. Mereka juga menggunakan tongkat untuk memukuli Ryan. Aparat kepolisian tetap melakukan kekerasan walaupun Budi dan Ryan mengaku sebagai jurnalis, bahkan telah menunjukkan identitas sebagai jurnalis.
Kekerasan terhadap jurnalis juga dilakukan oleh massa aksi. Mereka melakukan persekusi dan merampas peralatan kerja jurnalis seperti kamera, telepon genggam, dan alat perekam. Massa memaksa jurnalis untuk menghapus semua dokumentasi berupa foto maupun video. Beberapa jurnalis bahkan mengalami tindak kekerasan fisik berupa pemukulan.
AJI Jakarta dan LBH Pers mengecam keras aksi kekerasan, dan upaya penghalangan kerja jurnalis yang dilakukan aparat kepolisian maupun massa aksi.
Tindakan yang mengintimidasi jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan itu, bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik. Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.
“Kami meminta aparat keamanan dan masyarakat, untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan,” sebut Erick Tanjung dalam siaran pers.
Selain itu, juga mengimbau kepada para pimpinan media massa, untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya. Sebab, tidak ada berita seharga nyawa.
Atas peristiwa tersebut, AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan dan menyerukan untuk mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis, baik oleh polisi maupun kelompok warga. Lalu, mengimbau para pemimpin media untuk bertanggung jawab atas keselamatan jurnalis saat bertugas di lapangan. Memberikan pembekalan pengetahuan Safety Journalist dan beri penanganan trauma yang terjadi selama peliputan, serta mengimbau para jurnalis yang meliput aksi massa, untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan.
Siaran pers tersebut, disampaikan oleh Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani Amri dan Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta, Erick Tanjung, serta Direktur Eksekutid LBH Pers, Ade Wahyudin. (Bahrul)