JAKARTA|METRO ACEH-Aksi anarkis para pendemo yang mendukung revisi UU KPK, dengan melakukan intimidasi dan tindak kekerasan terhadap insan pers saat meliput kegiatan unjuk rasa tersebut, Jum’at (13/9) menjadi atensi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), karena terjadi di depan aparat kepolisian, namun dibiarkan oleh petugas yang mengawal massa di gedung KPK.
Dalam siaran pers yang diterima Metro Aceh, Sabtu (14/9). AJI Jakarta mengecam keras tindak kekerasan oleh sebagian massa pendemo, terhadap para jurnalis yang sedang menjalankan tugas peliputan di gedung KPK. Ironisnya, polisi malah membiarkan aksi ini terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri dalam keterangannya menuturkan, insiden itu terjadi kemarin siang ketika sekelompok massa mengatasnamakan diri Himpunan Aktivis Indonesia, serta Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Relawan NKRI mendatangi gedung KPK di Jalan H Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan. Massa tersebut, awalnya menyampaikan aspirasi mendukung terpilihnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang baru. Selain itu, demonstran ini juga mengaku revisi UU KPK merupakan bentuk upaya penguatan lembaga anti rasuah tersebut.
Asnil Bambani menjelaskan, aksi demonstrasi awalnya berjalan tertib, tapi tiba-tiba jadi rusuh sekitar pukul 14.30 wib. Puluhan massa, meramgsek masuk menerobos halaman depan gedung KPK, lalu membakar sejumlah karangan bunga yang sebelumnya dikirim oleh aktivis antikorupsi dan wadah pegawai KPK, sebagai refleksi kekecewaan atas revisi UU KPK serta polemik yang sedang terjadi di tubuh lembaga anti korupsi ini
Parahnya lagi, demonstran juga hendak mencopot kain hitam, yang menutup simbol KPK.
“Salah satu korban kekerasan massa demonstran yaitu Rio Comelianto, kameramen Beritasatu yang lagi meliput di gedung KPK, mengalami intimidasi fisik secara langsung,” sebut Asnil via pesan singkat WhatsApp.
Dia mengaku, pasca terjadinya kerusuhan itu, press room jurnalis yang berada disamping lobi KPK, turut dilempari batu dan bambu oleh massa pendemo,”Kami benar-benar jadi target massa demonstran ini, dilarang meliput dan mengambil gambar aksi demo itu,” jelas Asnil mengutip kesaksian Rio Comelianto.
Demi mengamankan diri ungkap Asnil Bambani, beberapa jurnalis ada yang tetap berada di dalam press room. Sebagian jurnalis lainnya menghindari daerah sekitar press room. Ketika salah seorang massa aksi memaksa untuk melepaskan kain hitam penutup simbol KPK, Rio dan seorang reporter Beritasatu mencoba untuk meliput kejadian tersebut.
“Kami dihalang-halangi. Reporter saya dipikul, saya dicakar. Kamera saya disenggol dan sempat jatuh ke tanah,” ucap Rio.
Beberapa jurnalis lainnya juga mengalami hal serupa. Bahkan, tripod seorang jurnalis Kompas TV bahkan sampai rusak, “Kami menyayangkan, polisi terkesan membiarkan tindak kekerasan. Pelaku dibiarkan lepas begitu saja. Polisi bahkan menghimbau kami agar jangan ambil gambar,” tutur Rio.
Atas peristiwa itu, AJI Jakarta mengecam tindakan kekerasan dan penghalang-halangan liputan yang terjadi di gedung KPK. Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tegas menyatakan bahwa jurnalis mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Kerja-kerja jurnalistik meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik.
Pasal 18 UU Pers menegaskan, setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan menghambat atau menghalangi upaya media untuk mencari dan mengolah informasi, dapat dipidana dengan pidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.
Atas peristiwa di atas, AJI Jakarta menyatakan, mendesak aparat kepolisian mengusut, menangkap pelaku dan memproses kasus ini secara hukum. Lalu, meminta aparat kepolisian untuk memastikan keamanan jurnalis saat meliput demonstrasi di lapangan, serta menghimbau jurnalis untuk selalu menjaga independensi dan taat kode etik jurnalistik.
Informasi yang diperoleh Metro Aceh menyebutkan, kisruh KPK terus mencuat pasca disetujuinya revisi UU KPK, yang ditengarai sarat kepentingan elit nasional dan cenderung melemahkan peran lembaga itu. Parahnya, sejak awal tak satupun pimpinan KPK yang dilibatkan dalam rencana tersebut. Sehingga, menuai ragam polemik di kalangan publik tanah air. Malahan, belakangan Ketua KPK, Agus Raharjo mengembalikan tanggungjawab untuk pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi. Karena tak pernah diajak berdiskusi, saat rencana penyusunan draft revisi UU KPK ini.(Bahrul)