Oleh : Mayjen TNI (Purn) Prijanto
Prof. Dr. Taufik Abdullah : “Meskipun dalam suasana perdebatan polarisasi dalam pemahaman dan pengetahuan sejarah bisa terjadi, namun perdebatan kesejarahan tidak bersifat disintegratif. Jika semua telah berakhir, integrasi yang lebih utuh malah bisa diharapkan. Masalah yang terberat yang mungkin dihadapi ialah kalau perdebatan tersebut terjadi disaat sumber sejarah tak lagi dipunyai. Ketika inilah perdebatan kesejarahan mengandung bahaya disintegrasi. Apakah yang akan dijadikan sebagai landasan berpijak, kecuali rasa kesejarahan yang saling berbeda?”
Untuk menghindari salah persepsi sehingga menimbulkan disintegrasi, maka Punakawan Semar, Gareng (G), Petruk (P) dan Bagong (B) obrolannya bersumber dari sejarah resmi negara seperti data dari lembaga kearsipan nasional, museum nasional dan buku-buku yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
G : Romo, semenjak kita memakai konstitusi hasil amandemen UUD 1945, polemik yang terkait “Penjelasan” UUD 1945 selalu muncul.
B : Betul Romo. Sebab hasil amandemen tidak memakai penjelasan, sedangkan sebelum diamandemen ada penjelasannya. Mereka bilang UUD 1945 yang ditetapkan dalam Sidang PPKI, 18 Agustus 1945, tidak ada “Penjelasan”. Penjelasan yang kita kenal, itu hanya catatan Prof. Dr. Mr. Soepomo, kilah mereka. Nah, sebenarnya bagaimana Romo?
Semar : Anak-anakku bocah bagus, jika kalian rajin membaca buku sejarah pasti ngerti. Janganlah kalian baca buku komik Shin-chan, dan Doraemon melulu. Buku “Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)” dari Sekretariat Negara Republik Indonesia 1998, adalah referensi Romo. Juga beberapa buku yang kredibel yang layak dipercaya.
Catat, mereka bilang “Penjelasan” hanya catatan Prof. Dr. Mr. Soepomo, ini kata kunci. Siapa dan apa peran Mr. Soepomo? Biar kalian tidak bingung, secara garis besar dan runtut sebagai berikut :
BPUPKI didirikan 29 April 1945, melaksanakan Sidang Pertama, 29 Mei s/d 1 Juni 1945. Ketua Sidang Dr. Radjiman Wedyodinigrat meminta anggota BPUPKI untuk menyampaikan pemikirannya tentang “Dasar Negara”. Ada 32 orang yang bicara, 11 orang pada 29 Mei, 10 orang pada 30 Mei, 6 0rang pada 31 Mei dan 5 orang pada 1 Juni 1945.
Selama ini kita ketahui, pidato Mr. Muhammad Yamin, 29 Mei 1945, Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Prof. Dr. Soepomo, 31 Mei 1945 dan Ir. Soekarno, 1 Juni 1945. Sidang ini merupakan “Fase Perumusan”, kelanjutan dari “Fase Pembuahan” sejak tahun 1920-an. Sedangkan ”Fase Pengesahan” Dasar Negara, 18 Agustus 1945. (Yudi Latif; Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila).
B : Kalau begitu, sesungguhnya kapan hari lahir Pancasila?
Semar : Dari 32 orang yang bicara saat Sidang Pertama, memang Bung Karno yang bicara tentang “Philosofische grondslag” atau “Weltanschauung” untuk Indonesia Merdeka. Namun, rumusan yang disampaikan berbeda dengan rumusan Dasar Negara dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila yang kita sepakati, menempatkan fundamen moral berada di atas fundamen politik. Sedangkan Bung Karno menempatkan fundamen moral berada di bawah fundamen politik.
Padahal, hierarki nilai-nilai Dasar Negara memiliki makna sangat penting. Di samping itu Bung Karno mengatakan jika tidak suka, bisa diperas menjadi “Tri Sila” dan bisa diperas lagi menjadi “Eka Sila” atau “Gotong Royong”. Dasar Negara dalam Pembukaan UUD 1945 tidak mengenal hal tersebut.
B : Saya sekarang faham Romo. Lanjut tentang proses lahirnya UUD 1945.
Semar : BPUPKI melakukan Sidang Kedua, pada 10 s/d 17 Juli 1945, membicarakan “Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar” dan “Rancangan Undang-Undang Dasar”. Rancangan Undang-Undang Dasar disampaikan oleh Ketua Panitia Kecil Prof. Dr. Mr. Soepomo, pada 13 Juli 1945.
Tadi Romo minta kalian mencatat nama Mr. Soepomo. Beliau adalah Ketua Panitia Kecil pembuat Rancangan Undang-Undang Dasar. Soepomo putra Bupati Anom Inspektur Hasil Negeri Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Walau ningrat tidak sombong, tidak punya jiwa feodal. Kuliah di Fakulatas Hukum Universitas Leiden, meraih gelar Meester in de rechtern dengan predikat summa cum laude.
P : Wouw,.. ternyata Mr. Soepomo itu bukan orang sembarangan. Makanya, namanya diabadikan untuk nama jalan di banyak kota.
Semar : Benar Petruk. Keliru besar jika ada orang yang mencemooh, ah Penjelasan itu kan hanya catatan atau tulisan Soepomo saja. Ingat, Mr. Soepomo sejak di BPUPKI dikenal sebagai salah satu arsitek Rancangan Undang-Undang Dasar.
Pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPKI) bersidang di gedung Pejambon Jakarta, untuk menetapkan Undang-Undang Dasar, memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sidang dipimpin Ir. Soekarno sebagai Ketua dan Drs. Mohamad Hatta sebagai Wakil.
Setelah Pembukaan Undang-Undang Dasar disahkan sidang, dilanjutkan membahas Rancangan Undang-Undang Dasar, dengan bahan disampaikan kepada para anggota. Sebelum pamandangan umum dari anggota, Ketua mempersilahkan Mr. Soepomo untuk memberikan penjelasan tentang pemikiran dan kerangka rancangan Undang-Undang Dasar.
Selesai pemberian penjelasan, Ketua menunda sidang untuk memberikan waktu kepada anggota untuk bertanya kepada Soepomo. Disini tampak jelas, betapa sentralnya peran Soepomo. Begitu pula ketika sidang dibuka kembali, berbagai pertanyaan seperti dari anggota Mohamad Amir, Ratulangi dan Iwa Koesoemasoemantri, yang menjawab Mr. Soepomo.
Usul anggota Amir perlunya aturan jika terjadi konflik anggaran belanja ditolak DPR, sehingga perlu penambahan ayat pada pasal 23, Soepomo pun menerimanya. Usul anggota Iwa Koesoemasoemantri untuk menambah Bab XVI tentang kemungkinan perubahan Undang-Undang Dasar pun disetujui Soepomo.
B : Menyimak penjelasan Romo, Bagong berpendapat, logislah jika risalah sidang PPKI hanya mengesahkan Pembukaan dan Batang Tubuh, tanpa Penjelasan. Kita memang harus cerdas. Narasi dan makna Pembukaan, pasal demi pasal disetujui karena sudah ada penjelasan dari Mr. Soepomo. Artinya, “penjelasan” mendasari anggota sidang memberikan persetujuan atas narasi dan makna Pembukaan dan Batang Tubuh.
Semar : Bagong, kamu cerdas dan nalar. Benar, “Penjelasan” bukannya tidak ada. Penjelasan itu ada, tetapi tidak dimintakan persetujuan. Sebab, Pembukaan dan Pasal-Pasal sudah disetujui anggota, karena adanya “Penjelasan”. Kan lucu, dan ngapain Bung Karno harus tanya “apakah saudara-saudara setuju Penjelasan ?”
Karena diperlukan legalitas dan agar rakyat mengetahui, maka Undang-Undang Dasar (Pembukaan dan pasal-pasalnya) dimasukkan “Berita Republik Indonesia” Tahun II No. 7, tanggal 15 Februari 1946. Begitu juga Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, secara terpisah.
Dalam perkembangannya, untuk kebutuhan administrasi ketatanegaraan, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 150 Tahun 1959, tanggal 5 Juli 1959 tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945, dicatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 75/1959.
Di dalam Lembaran Negara No. 75/1959 inilah tertulis secara jelas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan. Dengan demikian, tidak pada tempatnya jika ada orang Indonesia berpendapat UUD 1945 tidak memiliki Penjelasan. Apalagi “Penjelasaan” dinilainya hanya catatan perorangan dan tidak memiliki makna serta sangkut paut dengan proses lahirnya UUD 1945.
Justru, UUD NRI Tahun 1945 yang tanpa penjelasan, dan Pasal-Pasalnya tidak dijiwai nilai-nilai Pancasila itulah yang perlu ditanyakan keabsahannya dalam perspektif hukum. Tidak bisa kita hanya bergantung kepada golongan politisi atau Parpol. Sebab, masih ada golongan-golongan dan utusan daerah yang juga memiliki hak kedaulatan rakyat, tetapi mereka bukan anggota Parpol.
G, P, B : Terima kasih Romo atas penjelasannya. Ternyata Mr. Soepomo salah satu founding fathers and mothers merupakan arsitek UUD 1945, sebagai Ketua Panitia Kecil. Penjelasan UUD 1945, yang “dituduh” hanya sebagai catatan Soepomo, ternyata sudah ada sejak di BPUPKI. Pada Sidang di PPKI, sebelum ada pemandangan umum tentang Undang-Undang Dasar, penjelasan itupun diberikan Soepomo. Sekali lagi terima kasih Romo, semoga generasi pewaris dan penerus Indonesia bisa memahaminya. Insya Allah, Amin. [*]
*) Penulis adalah Aster Kasad 2006-2007/Wagub DKI 2007-2012 Rumah Kebangkitan Indonesia.