oleh Stanislaus Riyanta
Secara resmi ormas Hizbut Tahrir Indonesia telah dibubarkan di Indonesia. Pada 19 Juli 2017 Kementerian Hukum dan HAM secara resmi mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pencabutan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Pencabutan status badan hukum HTI ini dilakukan sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dengan adanya pencabutan ini maka secara resmi HTI adalah organisasi terlarang di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemerintah membubarkan HTI karena berbagai alasan. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Meskipun secara hukum HTI sudah dilarang di Indonesia, namun orang-orang eks HTI tersebut terus melakukan manuver dengan menunjukkan eksistensinya. Manuver dilakukan dengan menumpang pada momentum-momentum tertentu termasuk momentum politik. Sementara isu yang diusung adalah keagamaan. Dengan strategi ini maka jika ada pihak yang akan membubarkan meraka akan dibenturkan dengan stigma memusuhi agama.
Propaganda kelompok eks HTI untuk menggaungkan tujuan negara khilafah juga terus dilakukan bahkan melalui organisasi underbow eks HTI di kalangan pemuda dan pelajar seperti Gema Pembebasan, yang dibuktikan dengan adanya arah yang sama untuk menegakkan khilafah. Narasi-narasi untuk menegakkan khilafah dilakukan dengan berbagai cara dengan sasaran usia sedini mungkin sehingga narasi tersebut menjadi doktrinasi yang kuat di kemudian hari.
Dengan kemajuan teknologi internet, narasi propaganda ideologi khilafah oleh kelompok eks HTI dan underbownya cukup masif dilakukan. Model penyebaran narasi propaganda yang memanfaatkan teknologi seiiring dengan perkembangan di era 4.0 sangat potensial untuk diakses oleh generasi muda. Saat ini menjadi tidak mengherankan meskipun secara hukum HTI telah dilarang, namun gerakan dan pahamnya masih cukup kuat pada generasi muda.
Negara harus segera mungkin melakukan kontra narasi propaganda yang disebarkan oleh eks HTI. Kontra narasi tersebut harus didesain, diproduksi dan disebarkan dengan melibatkan generasi muda terutama kelompok milenial agar sesuai dengan kebutuhan dan gaya mereka. Melihat narasi propaganda yang dilakukan oleh eks HTI dan underbownya yang sangat masif di kalangan anak muda maka urgensi melakukan kontra narasi propaganda eks HTI menjadi prioritas penting.
Kontra narasi propaganda eks HTI harus menjadi bagian penting dari strategi pemerintah untuk menyelamatkan generasi muda dari doktrinasi yang bertentangan dengan Pancasila. Meskipun dapat dikatakan terlambat namun kontra narasi propaganda ini harus segera dilakukan, mengingat kecepatan propaganda dari eks HTI sangat masif pada semua lapisan.
*) Stanislaus Riyanta, analis intelijen dan keamanan