Oleh Stanislaus Riyanta
Jika tidak ada halangan maka tahun 2024 nanti Indonesia akan memiliki Ibukota Negara yang baru, yang lokasinya sudah ditetapkan di Kalimantan Timur. Implikasi dari pindahnya Ibukota Negara ini tentu tidak sederhana, untuk itu perlu suatu legalitas dan landasan yang kuat sehingga pindahnya Ibukota Negara tersebut tidak menimbulkan permasalahan baru terutama dari aspek hukum.
Keputusan Presiden Joko Widodo untuk memindahkan Ibukota Negara dari Propins DKI Jakarta ke Kalimantan Timur dianggap sesuai dengan kewenangannya. Kekuasaan Presiden diatur dalam beberapa pasal UUD 1945 yaitu kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang (Pasal 20 ayat 2,4 dan 5), kekuasaan atas militer (pasal 10), kekuasaan membuat perjanjian internasional (pasal 11), kekuasaan memberikan grasi, amnesti dan abolisi (pasal 14), dan kekuasaan terhadap pemerintah yang sah (pasal 4). Merujuk pada aturan kekuasaan presiden tersebut maka keputusan Presiden Joko Widodo tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terkait dengan Ibukota Negara terdapat beberapa landasan hukum yang saat ini berkaitan, yaitu Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Ibukota Jakarta sebagai Ibukota NKRI. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 pasal 3 disebutkan bahwa “Propinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu terdapat Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang berhubungan dengan Ibukota Negara.
Implikasi hukum lain yang harus dicermati terkait perpindahan Ibukota Negara antara lain terkait dengan ketentuan yang mengharuskan lembaga negara berkedudukan di Ibukota Negara. Hal tersebut seperti yang disebut dalam Pasal 2 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota Negara. Selain itu terdapat juga pasal 23G ayat 1 yang menegaskan BPK berkedudukan di Ibukota Negara dan memiliki perwakilan di setiap propinsi.
Mengingat berbagai peraturan perundangan yang berkaitan dengan Ibukota Negara dan dihubungkan rencana pemindahan Ibukota Negara dengan kompleksitas yang cukup tinggi maka perlu suatu strategi hukum yang tepat. Strategi yang paling ideal sekaligus menjamin kepastian hukum atas pemindahan Ibukota Negara tersebut adalah dengan menetapkan Undang-Undang Ibukota Negara.
Undang-Undang Ibukota Negara diharapkan dapat menjadi landasan hukum terkait pemindahan dan penetapan Ibukota Negara. Selain itu diharapkan Undang-Undang Ibukota Negara dapat menjadi rujukan bagi peraturan lain yang berhubungan dengan Ibukota Negara.
Untuk memastikan bahwa perpindahan Ibukota Negara dapat berjalan lancar pada 2024 seperti harapan Presiden Joko Widodo, maka tidak ada jalan lain bagi DPR untuk segera menyelesaikan RUU Ibukota Negara secepatnya. Keterlambatan DPR untuk menyusun RUU Ibukota Negara ini maka akan berdampak pada gagalnya pemindahan Ibukota Negara dari Propinsi DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
*) Stanislaus Riyanta, mahasiswa doktoral bidang Kebijakan Publik Universitas Indonesia