oleh Fikri Syariati*
Dalam jangka waktu lima bulan pasca dimulainya Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, sejumlah lembaga survei seperti Indo Barometer, Parameter Politik Indonesia, Politika Research and Consulting, Media Survei Nasional, dan Charta Politika, telah mengeluarkan hasil survei mereka terkait Capres 2024. Hal ini tentunya amat mengherankan karena Pilpres 2024 masih akan berlangsung empat tahun mendatang.
Terlebih lagi, bangsa Indonesia sendiri belum pulih total dari dampak Pilpres 2019 yang membelah mayoritas masyarakat Indonesia menjadi kubu cebong dan kampret. Tidak hanya itu, sentimen politik terhadap tokoh politik populer seperti Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo juga masih mewarnai wajah politik sebagian besar masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tentunya berbagai lembaga survei tersebut juga mempunyai tujuan tertentu, dengan upaya mereka merilis hasil survei terkait Capres 2024. Namun tidak sadarkah mereka bahwa masyarakat Indonesia saat ini belum pulih benar dari keterbelahan sosial dan politik pasca Pilpres 2019? Atau apakah berbagai lembaga survei tersebut sengaja ingin mengambil keuntungan ekonomi dari keterbelahan masyarakat Indonesia?
Sungguh miris sebenarnya melihat perilaku berbagai lembaga survei tersebut, terlebih masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi wabah virus corona. Seharusnya lembaga survei turut mengambil peran membantu Pemerintah dalam memetakan dampak sosial, ekonomi, dan politik dari wabah virus corona, namun ternyata yang dilakukan justru berupaya mengambil keuntungan ekonomi politik sekaligus memperlebar jurang kebangsaan yang tengah berusaha dijembatani oleh berbagai pihak.
Memang sejatinya tidak ada yang salah dari upaya lembaga survei mengeluarkan hasil survei mereka terkait Capres 2024. Namun, hasil survei tersebut harus transparan yaitu wajib menyampaikan maksud dan tujuan mereka melakukan survei tersebut; serta harus akuntabel yaitu menyampaikan apakah survei yang mereka lakukan adalah survei pesanan pihak tertentu atau tidak.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, salah satu fungsi survei juga adalah untuk menggiring opini masyarakat. Hal inilah yang terlihat pada hasil survei sejumlah lembaga survei tersebut, karena terindikasi dilakukan untuk mempromosikan calon tertentu. Pada situasi krisis sosial, ekonomi, dan politik akibat wabah virus corona seperti ini, munculnya hasil survei yang bertujuan menggiring opini publik pada calon tertentu amatlah berbahaya karena secara tidak langsung mendiskreditkan Pemerintah. Terlebih lagi nama teratas dalam sejumlah survei tersebut sejauh ini selalu mengerucut pada satu orang.
Selain itu, konteks politik berbeda akan didapatkan masyarakat, misalnya jika survei tersebut memunculkan nama-nama yang sepenuhnya baru atau tokoh-tokoh muda yang diproyeksikan dapat bertarung pada Pilpres 2024 mendatang. Hal ini akan bermakna bahwa lembaga survei telah mengambil jarak dari pertarungan Pilpres 2019 lalu, dan berusaha menatap demokrasi Indonesia ke depan dengan wajah-wajah baru kaum muda yang akan turut berkontestasi pada Pilpres 2024.
Oleh karena itu, lembaga survei sudah sepatutnya beranjak dari kepentingan-kepentingan politik skala kecil untuk menuju kepentingan politik yang lebih besar. Lembaga survei juga sudah seharusnya bersikap lebih akuntabel dan transparan dalam setiap survei yang dilakukan. Selain itu, dalam konteks masih belum pulihnya persaudaraan bangsa pasca Pilpres 2019, lembaga survei juga seharusnya turut ambil bagian untuk memulihkan luka tersebut bukan malah semakin memperdalamnya.
Ditengah mewabahnya virus corona saat ini, kita tentunya tidak menginginkan masyarakat semakin berpolemik dengan adanya survei-survei yang bertujuan menggiring opini dan mendegradasi Pemerintah. Justru yang diinginkan adalah lembaga survei membantu Pemerintah dengan menghasilkan data-data komprehensif sehingga Pemerintah dapat mengambil kebijakan tepat sasaran dan tepat guna.
*Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial Politik