Oleh : Evita Rahayu
Presiden Joko Widodo memerintahkan kementerian dan lembaga terkait untuk segera
menerapkan program jaring pengaman sosial (social safety net) sebagai mitigasi dampak ekonomi dari pandemi covid-19, khususnya pemberian stimulus bagi pekerja informal yang telah mengalami penurunan penghasilan.
âSaya melihat arus mudik dipercepat bukan karena faktor budaya, tapi terpaksa. Banyak pekerja informal di Jabodetabek terpaksa pulang kampung karena penghasilan mereka menurun sangat drastis atau bahkan hilang. Tidak ada pendapatan sama sekali akibat diterapkan kebijakan tanggap darurat, berkerja dari rumah, sekolah dari rumah, ibadah di rumah,â ujar Presiden Jokowi dalam rapat terbatas mengenai antisipasi mudik Lebaran melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Jokowi menyebut sedikitnya 14 ribu orang telah mudik dini dari Ibu Kota ke berbagai
daerah selama delapan hari terakhir. Pergerakan arus mudik dini tersebut terjadi sejak Jakarta menetapkan status tanggap darurat. Belasan ribu warga itu mudik menggunakan armada bus antar provinsi dari Jabodetabek ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jumlah 14 ribu pemudik tersebut, imbuh Jokowi, belum termasuk arus mudik dini yang
menggunakan transportasi massal lain, seperti kereta api, kapal laut, angkutan udara, ataupun mobil pribadi.
Presiden menuturkan arus mudik dini dari Ibu Kota yang didominasi pekerja informal
harus dicegah untuk menutup peluang meluasnya penyebaran covid-19. âKarena itu, saya minta percepatan program jaring pengaman sosial yang memberikan perlindungan sosial di sektor informal dan para pekerja harian, maupun program insentif ekonomi bagi usaha mikro, usaha kecil, betul-betul segera dilaksanakan di lapangan sehingga para pekerja informal, buruh harian, pedagang asongan, semua bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,â ujarnya.
Rentan gejolak politik
Salah satu yang paling ditakutkan dari mewabahnya Covid 19 tidak hanya di Indonesia, namun di banyak negara adalah menurunnya kesejahteraan sosial masyarakatnya karena berkurangnya atau berhentinya aktifitas ekonomi. Pengangguran dan disguised unemployment atau pengangguran tidak kentara alias orang yang bekerja kurang dari 8 jam sehari jelas akan meroket tajam jumlahnya, jika benar-benar dilakukan pendataan statistik yang jujur. Italia misalnya setelah dihantam Covid 19 mengakui adanya 4 juta penduduknya yang kehilangan pekerjaan.
Moral hazard ditengah mewabahnya Covid 19 juga patut menjadi perhatian Jokowi-Maâruf, jangan sampai rumors yang berkembang bahwa âhati-hati ada bailout kasus megaskandal korupsi dengan menggunakan dana penanganan Covid 19â benar-benar hanya sebuah rumors. Karena itikad Presiden untuk mengantisipasi tidak timbulnya gejolak sosial yang pasti akan diikuti gejolak politik ditengah mewabahnya Covid 19 patut diapresiasi, namun juga harus diatur sebaik mungkin bahwa dana yang digunakan untuk jaring pengamanan sosial bukanlah hutang luar negeri yang baru, karena hal ini akan membuat negara ini terjebak âdebt trapâ kronis pasca redanya Covid 19.
Para pekerja informal, buruh harian, pedagang asongan, sopir angkutan kota, asisten rumah tangga dan sektor informal lainnya jelas komunitas masyarakat yang mudah marah ketika âneeds achievementâ mereka gagal dipenuhi oleh negara, dan ini sangat diperhatikan Jokowi agar tidak ada gejolak politik sebagai imbas negatif Covid 19.
Ada baiknya Presiden juga menginstruksikan adanya pemotongan gaji dan tunjangan kinerja bagi anggota MPR RI, DPR RI, DPD RI, para menteri, para pejabat militer dan kepolisian serta para eselon I dan eselon II di tiap-tiap kementerian/lembaga untuk perbantuan dana Covid 19, sehingga roda pembangunan dan pemerintahan tetap berjalan. Kita memang harus fokus menangani Covid 19, namun Tupoksi utama atau pokok lembaga tinggi negara dan K/L tidak boleh terhenti. Semoga.
Penulis adalah warga biasa di Banyuwangi, Jawa Timur.