Oleh : Yitno Roto Suprayogitomo
Keputusan untuk membawa RUU Cipta Kerja untuk diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg) dinyatakan dalam rapat paripurna DPR yang digelar di kompleks Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (2/4/2020). Pembahasan omnibus law jalan terus. Selanjutnya, kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Baidowi, akan segera dibentuk panitia kerja (panja) untuk membahas RUU ini. Rencananya, lanjut Baidowi, minggu depan bentuk panja, lalu uji publik mengundang pihak-pihak yang berkepentingan termasuk kalangan buruh. “Kami akan undang secara fisik atau virtual. Kami akan dengarkan semuanya sehingga kehadiran RUU ini paling tidak bisa ditemukan titik persamaan,” imbuhnya.
Sejak awal, kaum buruh sudah menegaskan penolakannya terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja. Karena itu, bisa dipastikan, mereka akan melakukan perlawanan. Karena itu, tidak ada pilihan bagi kaum buruh. Aksi unjuk rasa perlu dilakukan. Di tengah pandemi corona seperti ini? Apa boleh buat. Toh dengan memberikan masukan dan aspirasi tidak ditanggapi. Maka pilihannya adalah dengan melakukan tekanan massa.Seruan aksi juga mulai menggema. Ini menandakan bahwa gerakan buruh sudah tidak lagi peduli dengan Covid-19 (www.koranperdjoeangan.com)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jangan Ikut Unjuk Rasa
Kapolri menyikapi pandemi Covid 19 juga telah mengeluarkan maklumat yang akan membubarkan paksa acara-acara yang dihadiri oleh kerumunan orang, dan menurut Kapolri sudah ribuan kasus kerumunan massa yang sudah dibubarkan Polri, bahkan Kapolsek yang menggelar pesta pernikahan anaknya juga sudah dipecat, walaupun rakyat juga meminta agar saksi tegas tidak hanya diterapkan ke jajaran anggota atau bawahan saja, melainkan juga kalangan pejabat/petinggi dan perwira tinggi yang melanggar maklumat ini.
Memang sudah lawa kalangan buruh terutama organisasi buruh dibawah Said Iqbal, Andi Gani Nuawea, Nining Elitos dan sejumlah organisasi buruh lainnya menolak omnibus law cipta lapangan kerja. Mereka juga melakukan konsolidasi dengan kelompok civil society lainnya termasuk kalangan mahasiswa (BEM dan Presma).
Kedengarannya memang indah dan benar seluruh kritikan yang disampaikan oleh kalangan buruh ini terkait omnibus law, namun sejatinya “diksi menolak” dan “unjuk rasa” yang dikemukakan mereka karena kurang adanya dialog dan komunikasi yang baik antara pemerintah, DPR dan masyarakat melalui organisasi-organisasi tertentu, sehingga politisasi terkait masalah ini menjadi kemana-mana.
Sebenarnya, kalangan BEM dan Presma juga banyak yang menolak omnibuslaw, namun jumlahnya semakin mengecil, karena mereka sadar urgensi omnibuslaw, dan mereka juga berharap pembahasan RUU ini dilakukan secara terbuka untuk umum, sehingga banyak kalangan BEM yang menolak berunjuk rasa. Kebanyakan mereka “berjuang” melalui jalur medsos mengkritisi dan menolak Omnibus law, sama juga yang dilakukan eks HTI juga gencar berpropaganda melalui medsos, dan itu sudah dideteksi oleh aparat terkait.
Jadi sebaiknya kalangan buruh dan BEM ataupun elemen civil society lainnya tidak perlu melakukan aksi unjuk rasa terkait pembahasan RUU Omnibuslaw di DPR RI yang kalah tidak salah dijadwalkan rapat dengar pendapatnya dilaksanakan pada 7 April 2020 mendatang, namun dilakukan secara virtual atau teleconference bukan di gedung kura-kura DPR RI, hal ini sesuai dengan hasil rapat konsultasi pimpinan DPR dan pimpinan fraksi pada 31 Maret 2020, bahwa sidang dilaksanakan secara virtual, tidak perlu memenuhi kuorum dan tidak mengambil keputusan.
Apalagi sudah ada maklumat Kapolri bahkan program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga akan diterapkan oleh pemerintah untuk mencegah persebaran Covid 19, jika unjuk rasa buruh tetap dilaksanakan tentunya akan berbuntut panjang tidak hanya sosial, ekonomi namun juga politik. Kedisiplinan warga masyarakat mematuhi anjuran negara dan sikap negarawan DPR RI untuk tetap membuka ruang dialog dan partisipasi publik dalam pembahasan omnibus law, akan membuat bangsa ini memperoleh dua benefit : omnibuslaw mendapatkan dukungan luas yang menyebabkan ekonomi Indonesia semakin kinclong dan wabah Covid 19 akan berhasil diatasi. Namun, jika tidak ada kedua syarat diatas tersebut, hasil sebaliknya akan menghantui Indonesia, bahkan sudah banyak yang memprediksi bakal lebih parah dari krisis ekonomi tahun 1997.
Penulis adalah pemerhati masalah strategis Indonesia.