BIREUEN|METRO ACEH.com- Sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan, atas aksi perambahan hutan lindung dan konservasi, Uni Eropa (UE) dikabarkan mengancam menolak masuknya komoditi sawit ke benua tersebut.
Demikian diungkap Presedium Aceh Green Comnunity (AGC) Bireuen, Suhaimi Hamid kepada Metro Aceh, Sabtu (11/8). Menurutnya, hal itu sesuai kesepakatan dalam workshop Development Solutions Uni Eropa, di Hotel Shangri La, Jakarta pada Jumat (10/8) kemarin.
“Sawit tidak diterima lagi di Uni Eropa, apabila proses budidayanya terjadi perambahan hutan, baik hutan lindung maupun konservasi dan ini sudah disepakati dalam perjanjian perdagangan bebas,” ungkapnya.
Suhaimi atau yang akrab disapa Abu Suhai, melalui realease AGC diterima Metro Aceh, mengatakan bahwa Aceh Green Commumty (AGC) mendukung hasil perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement antara Uni Eropa dan Indonesia, untuk menolak produk pertanian dan perkebunam yang merusak lingkungan global.
Suhaimi menjelaskan, worshop itu dihadiri 50 pemangku kepentingan mewakili organisasi non pemerintah, cluster bisnis, organisasi buruh, aktor masyarakat sipil lain dan organisasi internasional.
“Kami mendukung hasil perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) antara Uni Eropa dan Indonesia, yang menolak produk-produk pertanian yang merusak lingkungan masuk ke pasar Eropa,” ujarnya.
Selain itu AGC juga mengharapkan, agar Pemerintah Indonesia dan Aceh dapat membuat kebijakan, yang berlandaskan International Public Goods (IPGs) agar semua produk-produk masyarakat Aceh dapat di pasarkan di tingkat internasional.
“Setuju tidak setuju, FTA tetap dijalankan karena bagian komitmen perdagangan global. Nah, sekarang kita harus mempersiapkan produk-produk masyarakat kita agar dapat bersaing dengan produk global,” tegas Suhaimi.
Kita tertinggal jauh sekali dengan negara lain, apalagi di Uni Eropa, sudah saatnya pemerintah secara bersama mengejar ketertingalan itu. Uni Eropa dan Indonesia juga berkomitmen penuh terhadap isu-su lingkungan dalam FTA, seperti budidaya sawit yang tidak ramah lingkungan.
Untuk itu, organisasi masyarakat juga diharapkan harus melaporkan perusahaan perusahaan sawit merusak lingkungan, kemudian produk-produk sawit tersebut akan ditolak di pasar Eropa.
“Sawit tidak diterima lagi di Uni Eropa apabila dalam proses budidaya terjadi perambahan hutan lindung maupun hutan konservasi ini sudah disepakati dalam perjanjian perdagangan bebas,” terangnya.
Hasil dari Penilaian Dampak Berkelanjutan atau Sustainability Impact Assessment: (SIAs) ini juga berpotensi mempengaruhi dimensi ekonomi, sosial, hak asasi manusia dan lingkungan di masing masing mitra dagang dan di negara negara yang terkena dampak lainnya.
“Hal ini sejalan dengan misi AGC untuk tidak mempromosikan produk pertanian yang tidak ramah lingkungan, dan perkebunan tidak melindungi kawasan ungkapan air, High Conservation Value (HCV) dan kendor satwa,” tutup Suhaimi berterimakasih telah diundang mengikuti kegiatan penting dimaksud. (MA 08)
Facebook Comments Box