BANDA ACEH|METRO ACEH-Hari pahlawan yang diperingati rutin setiap tahun, menjadi momentum untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan, atas perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Sebagian tokoh dari pejuang di masa lalu, telah dinobatkan sebagai pahlawan meski masih banyak yang lainnya tidak pernah dikenal, serta pengorbanannya pun seolah terabaikan.
Guna menghormati salah seorang tokoh Aceh terkemuka, yang terlibat langsung dalam medan peperangan, sejumlah kepala daerah mengusulkan nama Letkol TNI Teuku Hamid Hamzah menjadi pahlawan nasional. Perwira militer komando Sumatera ini, dinilai layak dan patut dinobatkan sebagai pahlawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Informasi yang diperoleh Metro Aceh menyebutkan, selain Walikota Banda Aceh, Aminullah Usman dan Bupati Bireuen, Dr H Muzakkar A Gani, Bupati Bener Meriah, H Sarkawi dilaporkan telah mengeluarkan surat usulan, agar pemerintah pusat menetapkan Teuku Hamid Hamzah menjadi salah seorang pahlawan nasional.
Ketua Tim Penyusun Naskah Usulan Pahlawan Nasional, Zulkarnaini atau akrab disapa Syeh Zoel saat ditemui awak media, Rabu (10/11) mengaku, Teuku Hamid Hamzah sangat pantas ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Menurutnya, banyak dasar dan bukti sesuai literatur sejarah sosok putera Aceh itu, memiliki peran penting dan sangat berjasa dalam perjuangan, baik sebelum hingga sesudah kemerdekaan RI.
“Teuku Hamid Hamzah merupakan tokoh Aceh, yang memiliki jasa besar dimasa perjuangan merebut kemerdekaan, serta ketika masal awal pendirian republik dan saat mula berjalannya pemerintahan,” ungkap Syeh Zoel.
Ditandaskannya, sosok itu bukan hanya berjuang secara militer, namun juga turut mengorbankan harta dan bendanya demi bangsa ini. Teuku Hamid. Hamzah yang merupakan keturunan ke tujuh dari Ulee Balang Samalanga, Tun Sri Lanang atau Datok Sri Bendahara bangsawan melayu asal Johor, Malaysia yang menjadi penasehat Kesultanan Aceh.
“Darah Tun Sri Lanang ini, mengalir lewat ayahnya, Teuku Chik Muhammad Ali Basyah yang menikah dengan keturunan Cut Nyak Po, keturunan dari Teuku Nek Meuraxa, Ulee Balang Meuraxa,” jelas Syeh Zoel.
Meski berasal dari keluarga bangsawan, dalam diri Teuku Hamid Azwar juga mengalir darah pejuang. Neneknya, Pocut Meuligoe (Mahligai) adalah Panglima Perang Samalanga. Pocut Meuligoe pernah membuat Jenderal Van der Heijden kalah dalam tiga kali pertempuran.
“Bahkan salah satu mata jendral tersebut buta terkena tembakan peluru sehingga kemudian disebut sebagai Jenderal Mata Satu,”.
Selanjutnya, Teuku Hamid Azwar lahir pada tahun 1916. Pendidikan masa kecilnya dihabiskan di Kutaraja untuk belajar agama dan menempuh pendidikan formal. Pendidikan dasarnya dihabiskan di sekolah Belanda, Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Peunayong yang dikhususkan untuk anak-anak golongan atas. Tamat dari HIS, Teuku Hamid melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
“Di sekolah inilah ia bertemu dengan Syamaun Gaharu sebagai guru dan murid. Teuku Hamid merupakan pribadi yang unik, perpaduan antara jiwa saudagar, politikus, dan pejuang. Di usia yang masih muda, ia sudah menjadi pebisnis handal, melakukan perdagangan hasil bumi serta mengelola pabrik penggilingan padi di Samalanga. Tetapi di saat bersamaan ia juga seorang politikus dan terlibat dalam pendirian Partai Indonesia Raya (Parindra) di Aceh dan juga sekolah pergerakan,” ujarnya.
Pengumuman Proklamasi Kemerdekaan, bersama Syamaun Gaharu dan Perwira Giyu Gun lainnya, Teuku Hamid mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API). Dalam perkembangannya API berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), setelah itu menjadi Tentara Republik Indonesia, dan akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Teuku Hamid mendapatkan kedudukan cukup tinggi dan penting sebagai Kepala Staf Divisi V Aceh, dengan pangkat Mayor dan Letkol. Ia memimpin pelucutan senjata tentara Jepang serta mencegah Belanda kembali menduduki Aceh saat agresi kedua.
“Ketika diangkat oleh Panglima Sumatera sebagai Kepala Staf SK 2A (Intendans) Komandan Sumatera yang berkeduduk di Bukit Tinggi, Teuku Hamid mulai mendirikan perusahaan dagang Central Trading Company (CTC) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan TNI,” kisah Syeh Zoel.
CTC tidak hanya memasok senjata, amunisi, dan obat-obatan kepada TNI, tetapi melakukan pembelian pesawat AVRON ANSON, untuk memperkuat Angkatan Udara dan Kapal Laut PPB 58 LB untuk memperkuat angkatan laut Indonesia.
Teuku Hamid juga mewakafkan tanahnya, untuk pendirian Rumah Sakit Meuraxa dan pendirian sekolah di Meuraxa. Dia juga mendirikan Yayasan Rumah Sakit Meuraxa dan Pesantren Muāhad Al-Firdaus. Lalu, tahun 1950 Teuku Hamid Azwar melepaskan tanda pangkatnya dalam militer dengan pangkat terakhir sebagai Letnan Kolonel. Ia meninggal dunia dalam usia 80 tahun di Singapura, pada tanggal 7 Oktober 1996.
Ia meninggal dunia tanpa mendapatkan bintang jasa dari Pemerintah. Teuku Hamid dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta,”Tim penyusun naskah sudah bertemu ahli waris, untuk meminta izin pengajuan alm Hamid Azwar sebagai pahlawan, kemudian diperkuat dengan kesaksian keluarga, sejarawan dan juga para tokoh bahwa Hamid Azwar layak diusul menjadi pahlawan nasional,” katanya lagi.
Bahkan, tim penyusun saat ini sudah mulai bekerja mengumpul bukti yang kuat dan meyakinkan agar saat diseminarkan lolos saat seminar yang dihadiri Tim Pengkajiā dan Penilai Gelar Daerah (TP2GD),”Jika menurut tim TP2GD layak, maka selanjutnya akan dinilai lagi oleh TP2GP, semoga proses ini berjalan dengan lancar. Tentu dukungan semua elemen sangat kita butuhkan. Ini bicara soal peranan Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan dan sebelumnya, disamping itu, usulan pahlawan ini juga untuk meluruskan sejarah, maka menurut kami ini sangat penting dan layak diusulkan menjadi pahlawan nasional sosok Hamid Azwar ini,” tutup Syeh Joel. (Bahrul)