Laporan:Yola Novita/Lhokseumawe
Blang Kolam sebagai salah satu aset obyek wisata di Aceh Utara, di era tahun 90-an tercatat pernah menjadi destinasi pelancong yang paling ramai dikunjungi. Khususnya, wisatawan domestik dari berbagai daerah di serambi Mekkah kala itu.
Indahnya pesona alam hayati, diantara kesejukan hawa pegunungan, dengan pemandangan air terjun eksotis. Menjadi daya tarik tersendiri, sebagai lokasi tujuan rekreasi keluarga maupun kawula muda. Ketika itu, setiap akhir pekan obyek wisata Blang Kolam ini, selalu dipadati pengunjung yang antusias ingin menikmati sensasi bertamasya di alam terbuka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kala itu, kawasan pedalaman ini sempat menjadi penyangga ekonomi warga sekitar, karena ramainya wisatawan lokal, yang berkunjung setiap akhir pekan dan hari libur nasional. Padahal, jaraknya cukup jauh dari pusat kota, yakni 21 KM dari Lhokseumawe, namum akses jalan menuju ke lokasi ini, saat itu belum begitu bagus seperti sekarang.
Ditambah lagi, harus menuruni 660 anak tangga, untuk mencapai air terjun yang berada di bibir jurang terjal dan dalam. Tapi, tantangan berat itu tak pernah menyurutkan minat pelancong, supaya tetap dapat berwisata ke kawasan Blang Kolam. Karena sarana dan fasilitas yang tersedia, saat itu sudah cukup memadai sebagai salah satu destinasi wisata menjelang era zaman milenium.
Bagi para pengunjung ketika itu, semua perjuangan berat mencapai titik lokasi air terjun, terbayar lunas begitu sampai di kawasan tersebut. Karena indahnya pesona alam Blang Kolam, sanggup mengganti letih dan penat wisatawan, yang dimanjakan oleh pemandangan asri di lokasi ini.
Kawasan wisata air terjun yang berada di Desa Sido Mulyo, Kecamatan Nisam Antara ini, dapat dicapai melalui jalur jalan Line Pipa, masuk dari Simpang Cunda, wilayah Kandang Utara, Kota Lhokseumawe. Dahulu, sebelum konflik bersenjata antara GAM vs TNI, terjadi di Aceh. Daerah ini, merupakan salah satu obyek wisata terkemuka, yang ada dalam kabupaten induk Aceh Utara (termasuk Bireuen dan Lhokseumawe-red).
Namun, sejak gejolak konflik politik dan disertai perang bersenjata, sekitar 1998 silam. Secara tiba-tiba saja, lokasi wisata ini menjadi angker dan rawan, sehingga tak lagi dikunjungi. Sampai pasca damai tahun 2005 sampai kini, Blang Kolam tetap tak lagi mampu menyedot minat pengunjung.
Kendati tak pernah ditutup secara resmi, tetapi kawasan wisata hayati ini menjadi kenangan, serta tak terurus lagi. Aset pariwisata yang menyimpan keindahan alam, dengan balutan pepohonan hijau dan rimbun itu, seolah tak pernah dijamah manusia.
Pantauan Metro Aceh, Minggu (3/3) saat mendatangi lokasi ini, Blang Kolam terlihat cukup sepi. Ratusan anak tangga tampak sudah berlumut, menandakan tak lagi dijambangi pengunjung.
Air terjun sepanjang 75 meter masih terus mengalir, dengan wadah yang bisa menjadi lokasi pemandian. Airnya jernih dan bersih, diantara kesejukan yang menyisakan berjuta kenangan masa lalu. Kini, Blang Kolam tak lagi terurus serta tiada fasilitas mushala, MCK ataupun tong sampah. Malah, terlihat sampah berserakan karena tak ada kepedulian dari siapapun.
“Jika Pemerintah Aceh, ataupun Pemkab Aceh Utara bersedia memberikan perhatian, untuk mengembangkan lokasi ini sebagai obyek wisata Islami. Kami yakin, potensi alam Blang Kolam masih dapat dikembangkan,” ungkap seorang warga setempat.
Panorama air terjun Blang Kolam yang menyisakan berjuta kenangan, menurut sumber yang enggan ditulis namanya itu, sudah sepatutnya menjadi PR pemerintah, untuk dibangkitkan gairahnya lagi. Supaya mendukung geliat ekonomi warga pedalaman ini, disamping menyediakan destinasi wisata keluarga bagi masyarakat Aceh. Sehingga anugerah alam yang nyaris terabaikan itu, memberi manfaat besar bagi publik luas. Terutama wisatawan lokal, serta dari beberapa daerah lain di tanah rencong.(**)