BIREUEN|METRO ACEH-Setelah rumah serta seluruh isinya ludes dilahap api, kini Samsul Bahri A Gani bersama isteri dan anak-anak mereka, terpaksa hidup di dalam tenda darurat yang dipinjampakai oleh pemerintah daerah.
Buruh upah yang sehari-hari bekerja jadi tukang semprot kebun itu, hanya mampu pasrah atas musibah berat yang dialami hari ini. Betapa tidak, rumah beserta semua perlengkapan rumah tangga telah musnah jadi abu, dalam kebakaran yang meluluhlantakkan seluruh harta benda mereka, Jum’at (11/1).

Selain baju yang melekat di badannya, isteri serta tiga buah hati mereka, hanya satu unit sepeda motor yang masih dimiliki. Karena berhasil diselamatkan warga dan para tetangga, saat api meratakan bangunan rumah berkonstruksi kayu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Raut wajah sedih, terpancar dari wajah Samsul Bahri dan istri, Cut Tihajar saat dijambangi wartawan Metro Aceh tadi sore. Keduanya mengaku pasrah atas cobaan berat itu, namun mereka tetap meyakini kehendak Allah, tentu lebih indah meski semua masih menjadi misteri.
Ketika kebakaran itu terjadi, Samsul Bahri lagi bekerja di kebun warga, sebagai buruh semprot yang dibayar upahan. Sedangkan Cut Tihajar, sedang menjemput anak mereka di sekolah, dia juga membawa si bungsu yang berumur 7,5 bulan. Rencananya, hendak mengaji ke meunasah.

“Saat kejadian itu, saya baru saja mau beristirahat, karena menjelang waktu shalat Jum’at. Tapi, tiba-tiba ada yang datang mengabari, rumah saya terbakar. Saya langsung berlari dan saat tiba di rumah, semuanya sudah habis. Hanya sepeda motor yang terparkir di luar, berhasil diselamatkan oleh tetangga,” ungkapnya lirih.
Ketika ditemui awak media ini, keluarga itu sudah menempati tenda darurat di lokasi tapak rumah seluas 6 X 7 meter. Sekarang menjadi hunian sementara bagi keluarga malang itu. Di lokasi juga tampak Camat Peudada, Zamzami dan Keuchik Blang Beururu, M Sanusi (55) yang datang guna menyampaikan rasa empati, terhadap korban kebakaran itu.
Ketika peristiwa tersebut terjadi, Samsul Bahri berada sekitar satu kilometer dari rumah, atau di Dusun Matang Hasan, isterinya berada 1,5 kilometer dari desa ini. Sedangkan anak sulung mereka, Anisa Mahera (7) sekolah di SDN 3 Peudada sekira 4 KM dari rumah.
“Semua harta benda dan dokumen yang berharga, ikut terbakar semuanya. Rumah dalam keadaan terkunci, Honda (sepeda motor-red) kami di luar maka itu saja yang bisa diselamatkan oleh tetangga,” jelasnya dengan wajah murung.
Dia mengaku, untuk membiayai hidup keluarga sehari-har dan sekolah anaknya sulungnya, Samsul Bahri tetap gigih bekerja menjadi tukang semprot kebun.
Biasanya dia menerima upah semprot sesuai jumlah tangki, atau sekitar Rp 10 ribu per tangki. Rata-rata dia dapat menyemprot tujuh hingga 10 tangki per hari. Disamping bercocok tanam di depan rumah, serta membersihkan lahan kebun orang dan mencari kayu bakar.
Meski mustahil, namun dia berharap bisa mendapat perhatian pemerintah daerah, guna memperoleh rumah bantuan untuk membangun kembali masa depan, bersama keluarga tercinta.
Camat Peudada Zamzami kepada Metro Aceh mengharapkan, korban akan segera diusulkan bantuan rumah dari Pemerintah Kabupaten Bireuen,”Karena memang layak dibantu, apalagi kondisi seperti ini, kami akan mengusulkan agar dibantu melalui program Baitul Mal,” sebut Zamzami.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bireuen, Drs Murdani saat dihubungi via seluler tadi malam, mengaku cukup prihatin atas musibah yang dialami korban. Untuk membantu meringankan beban rakyat kecil ini, pihaknya tadi sore sudah menyalurkan bantuan masa panik berupa sandang dan pangan, serta uang tunai yang diantar ke Samsul Bahri.
“Kami berharap, korban kebakaran bisa tabah menghadapi ujian berat ini. Kita tunggu saja langkah selanjutnya, supaya mereka dapat menerima bantuan rumah dari pemerintah daerah,” ujarnya. (Rahmat Hidayat)