BIREUEN|METRO ACEH-Pengungsi etnis Rohingya yang ditampung sementara di SKB Bireuen, jumlahnya terus menyusut setelah kabur dari barak pengungsian secara bertahap. Kali ini, delapan wanita imigran gelap itu dilaporkan hilang lagi, Rabu (30/1) dini hari.
Aksi nekat warga muslim Rohingya itu, diduga karena tidak betah menempati lokasi pengungsian, serta terus berusaha melepaskan diri, untuk masuk ke negeri jiran Malaysia. Guna mencari kerja akibat hidup terlunta-lunta di Propinsi Aceh.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Metro Aceh, kedelapan wanita muslimah yang selama ini menghuni kamp pengungsi di SKB, yakni Montas Begum (31), Nasima (15), Zura Khatu (57), Halima Khatu (11), Ummul Kunsum (17), Minuwara (15), Bibi (15) dan Mumtas Begum (14). Mereka berhasil kabur usai menjebol jeruji jendela, lalu hilang ditelan kegelapan malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Koordinator Kamp Pengungsi, Zulfikar saat ditemui awak media ini didampingi Koordinator Pengamanan, Ruslan Abdul Gani mengaku, pihaknya belum tahu pasti pukul berapa pengungsi itu kabur. Namun, petugas baru menyadari insiden ini, saat terdengar suara keributan dalam barak wanita, sekitar pukul 04.30 wib.
“Kami tidak menyangka mereka kabur lagi, karena saat istirahat pintu dikunci. Ketika mendengar suara gaduh, petugas langsung mencari tahu, ternyata delapan pengungsi wanita sudah menghilang lagi dari penampungan, dengan menjebol jendela,”ungkap Zulfikar.
Dengan kaburnya delapan pengungsi ini, menambah deretan jumlah imigran gelap Rohingya, yang hilang dipenampungan sementara. Sehingga total 42 orang telah melarikan diri, dari keseluruhan 79 warga asal Myanmar itu yang dilokalisir di barak pengungsian SKB Bireuen.
Kendati urusan kemanusiaan ini menjadi tanggungjawab bersama, namun sejak beberapa bulan terakhir. Pemkab Bireuen terkesan tidak mendapat perhatian, serta bantuan dari pihak manapun untuk menangani persoalan pengungsi ini.
Meski sudah merasa kewalahan, namun atas pertimbangan kemanusiaan selama ini Dinas Sosial, terus memberi penanganan dengan kondisi keterbatasan anggaran.
Menurut Ruslan Abdul Gani yang setiap hari menjaga pengungsi, diketahui jika etnis Rohingya sudah sangat bosan hidup di barak pengungsi. Sehingga, memicu aksi nekat mereka melarikan diri dari SKB Bireuen.
“Mereka sudah bosan hidup di sini (SKB-red), karena mengaku butuh hidup yang normal, dan bisa bekerja untuk mencari rezeki guna dikirim ke keluarga di negeri asal. Sehingga, walau kami jaga super ketat, tetap saja nekat kabur dari barak untuk melanjutkan perjalanan ke Malaysia,” jelasnya. (Rahmat Hidayat)