LHOKSEUMAWE|METRO ACEH-Akibat tulisan opini yang dimuat Harian Serambi Indonesia dianggap terlalu menyentil dan mengusik harga diri wartawan. Seorang pejabat Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, dikecam oleh kalangan pers di kota itu.
Informasi yang diperoleh Metro Aceh menyebutkan, pernyataan oknum Kepala UPT Humas Unimal Lhokseumawe, T Kemal Fasya yang diterbitkan pada rubrik opini harian lokal edisi Kamis (4/7) dinilai telah mencoreng profesi jurnalis. Sehingga, sejumlah pengurus organisasi pers angkat bicara, serta mengecam keras tulisan akademisi ini yang dipublis secara luas.
Menyikapi dugaan pelecehan terhadap wartawan, melalui tulisan kontroversial berjudul “Parasit Demokrasi” yang telah melukai hati pekerja media. Sejumlah pengurus organisasi pers tergabung dalam Setber Jurnalis, mengecam keras opini T Kemal Fasya yang notabene adalah kalangan akademisi yang memiliki intelektualitas, sekaligus mitra pers khususnya di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kecaman itu dilontarkan secara bersama oleh Aliansi Jurnalis independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Persatuan Wartawan Aceh (PWA). Para pengurus organisaai pers profesional ini menyatakan, meski pada dasarnya setiap orang berhak dan bebas beropini atau berpendapat, seperti termaktub pada pasal 28 E ayat (2) dan (3) UUD 1945, serta pasal 23 ayat (2) UU HAM. Termasuk hak untuk mempublikasi ke media massa.
Namun, kebebasan tersebut harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan negara. Sehingga, secara moral harus menjaga azas etika dan kepatutan, serta tidak menyinggung pihak manapun.
Terkait tulisan Kemal Fasya, ditengarai menyudutkan profesi wartawan dan dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana. Karena telah melanggar nilai-nilai seperti disebutkan dalam ketentuan tersebut.
Diantaranya kalimat “Para parasit demokrasi ini, sebenarnya sama seperti kuman atau virus zoonotik yang mempengaruhi nilai-nilai personal dan publik, yang secara evolutif akan merusak psikologo manusia. Bukan hanya itu, hal ini harus saya lakukan ketika wartawan bodrex lebih banyak berkerumum pada momen-momen seperti itu.
Lintas organisasi wartawan dari AJI, DPP PWA, IJTI dan PFI sebenarnya ingin bertanya kepada Kemal Fasya, siapa saja dan dari media mana yang dia sebutkan wartawan bodrex tersebut. Lalu, pendapat banyak wartawan yang berkerumun pada momen meugang puasa dan lebaran, diminta agar mampu dibuktikan oleh Kemal, bukan asal tulis saja sesuka hati tak peduli melecehkan profesi wartawan, yang senantiasa terus menjaga etika profesi mulia ini.
Selain itu, banyak materi tulisan opini yang sangat menodai harga diri jurnalis. Sehingga, persoalan ini tidak bisa lagi dianggap sepele namun sudah menjadi masalah serius.
Ketua AJI Lhokseumawe, Agustiar Ismail dalam konferensi pers di Setber menuturkan, pihaknya menjunjung tinggi kebebasan berpendapat baik melalui media sosial maupun media massa. Terkait persoalan ini, dia mengapresiasi Kemal Pasha yang telah berkarya melalui opini, karena beropini atau berpendapat merupakan hak asasi semua orang.
“Hanya saja, kami sangat menyesalkan seorang Kemal Fasya kurang bijak dalam berpendapat. Sehingga melukai hati para insan pers, yang setiap hari bertugas menyajikan informasi bagi publik. Kami mengecam keras sikap seorang akademisi seperti ini,” ungkap Agustiar.
Hal senada juga disampaikan perwakilan IJTI, Deni Andepa yang meminta supaya pendapat atau opini seseorang, selalu memjunjung norma, etika dan kehormatan otang lain.
Sementara Ketua Umum DPP-PWA Maimun Asnawi menambagkan, harusnya jika ngin menulis pendapat, tentang Parasit Demokrasi, tidak sepantasnya melalui pintu masuk dengan menjelek-jelekkan para wartawan. Karena cukup banyak bahan dan sudut pandang lain, yang tidak kalah menarik dapat disampaikan dalam tulisan tersebut.
“Sekarang saya bertanya, apakah Kemal Pasya dan seluruh orang yang ada di Unimal itu, jauh lebih baik dari kami para jurnalis. Jangan munafik, semua kita tidak sempurna, ada saja kelahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Konon lagi bagi mereka yang duduk di posisi tertentu dalam sebuah lembaga, seperti Kemal Pasya di Unimal,” ujarnya.
Atas nama Lintas Organisasi Wartawan, para pekerja media menyatakan Mengecam keras opini “Parasit Demokrasi” Kemal Pasya, serta memintanya segera meminta maaf kepada Wartawan atas tulisan opini yang melecehkan wartawan, secara tertulis dan dimuat media massa dimana opini tersebut diterbitkan, serta mendesak Rektor Unimal Dr. Herman Fithra mencopot jabatan Kemal Pasha sebagai kepala UPT Kehumasan dan Hubungan Eksternal Universitas Malikussaleh.
Sementara T Kemal Fasya yang dikonfirmasi media ini via selulernya mengaku, pendapatnya tentang Parasit Demokrasi sebenarnya memang ada dan kondisi ini juga disadari oleh wartawan profesional, terkait keberadaan awak media abal-abal.
Menurutnya, dalam opini yang dimuat media lokal telah terjadi miss reading, serta diinteprestasi secara tidak proporsional oleh organisasi pers. Dia mengaku, tidak bermaksud untuk melukai hati pekerja media apalagi untuk melecehkan profesi mulia ini.
Namun, kehadiran wartawan abal-abal yang meresahkan, patut menjadi perhatian kalangan pers, supaya profesi ini tidak dinodai oleh segelintir oknum yang hendak mencari untung, dari aksi mengaku-ngaku sebagai wartawan tapi tak bekerja secara profesional.
“Pers sebagai pilar ke empat demokrasi, harus menjalankan tugas secara profesional sebagai kontrol sosial masyarakat. Saya mohon maaf jika ada presepsi yang salah, atas opini yang saya tulis. Tapi, pastinya bertujuan demi kebaikan, tanpa ada niat untuk merendahkan martabat insan pers,” jelasnya melalui seluler. (Bahrul)