Sejak puluhan tahun lalu, ganja atau mariyuana (cannabis) sebagai salah satu narkotika terlarang, pernah menjadi tanaman yang dibudidaya masyarakat di kawasan pedalaman Aceh secara ilegal. Bahkan, bumi serambi Mekkah ini juga sempat terkenal sebagai penghasil ganja terbesar di tanah air. Namun, lambat laun berkat operasi polisi dan badan narkotika nasional (BNN), yang menjelajahi hutan-hutan diberbagai wilayah untuk memberantas ladang ganja, serta keberhasilan program Grand Design Alternative Development (GDAD). Telah memberikan hasil nyata, dengan menurunnya jumlah dan angka produksi tanaman haram tersebut di Aceh.
Ganja Aceh sejak dulu cukup terkenal dan memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dahulu banyak petani yang terjerumus rayuan para cukong mafia maupun bandar, untuk ikut menanami kebun mereka dengan tanaman itu. Harapannya, mendapat penghasilan besar yang memadai dari hasil panen tanaman ini. Kondisi tersebut, sebenarnya terjadi diseluruh belahan dunia, khususnya di negara-negara berkembang yang perekonomian rakyatnya belum begitu membaik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sehingga, sejak 1998 masyarakat dunia dimotori United Nation Office on Drug and Crimes (UNODC), menggagas solusi melalui Grand Design Alternative Development untuk mengkonversi tanaman narkotika, menjadi tanaman produktif yang bermanfaat dan bernilai jual tinggi. Seluruh negara-negara yang sudah terdeteksi memiliki tanaman narkotika, seperti di Asia jenis opium dan ganja di Thailand, Laos, Myanmar, Philipina serta Indonesia, maupun tanaman Koka di Columbia, Bolivia dan Peru di benua Amerika. Telah bersepakat menyelesaikan persoalan tanaman narkotika, dengan mengutamakan kepentingan ekonomi masyarakat melalui implementasi GDAD.
Berkat keseriusan dan komitmen dari Kepala BNN Aceh, Brigjen Pol Faisal Abdul Naser M.H dalam mengatasi masalah budidaya ilegal tanaman ganja di propinsi ujung barat Indonesia ini, perlahan-lahan angka produksi mariyuana Aceh terus menurun secara signifikan. Bukan hanya keberhasilan BNN dan pihak berwajib saja, dalam operasi pembasmian ladang ganja di seantero tanah rencong. Tetapi suksesnya implementasi program GDAD sebagai pilot project nasional, pada tiga kabupaten juga turut mempengaruhi anjloknya produksi tanaman ganja di Aceh sejak tiga tahun terakhir.
Ketiga wilayah sasaran program GDAD yakni Kabupaten Aceh Besar, Gayo Luwes dan Kabupaten Bireuen, tiga kawasan ini tercatat pernah menjadi daerah penghasil ganja terbesar di Aceh. Sehingga, dilakukan desain khusus mengubah tanaman ganja menjadi tanaman produktif, serta merubah penanam ganja jadi petani produksi unggulan, pada berbagai sektor penghasil komoditas pertanian. GDAD merupakan program pemerintahan di era Presiden Jokowi, sebagai bentuk keseriusan melindungi warga negara dari ancaman bahaya narkotika. Program ini, hanya dilaksanakan di Propinsi Aceh sebagai pilot project untuk Indonesia.
Faisal Abdul Naser saat ditemui awak media ini menuturkan, implementasi GDAD sudah berlangsung sejak 2016 lalu hingga 2025. Diharapkan, Aceh dapat terbebas dari produksi ganja serta mampu mewujudkan masyarakat sejahtera. Menurutnya, dengan sinergisitas antara Pemerintah Aceh, BNN, dunia usaha dan berbagai komponen masyarakat, cita-cita mulia tersebut tentunya akan tercapai demi suksesnya pengembangan ekonomi, sosial budaya, ketertiban lingkungan, menjaga keseimbangan alam serta meningkatkan ketahanan pangan. Disamping itu, juga mampu membangun agrowisata di Propinsi Aceh. Khususnya, pada tiga wilayah sasaran program percontohan GDAD tersebut.
Pria kelahiran Medan 23 Oktober 1961 itu mengaku dirinya optimis, GDAD mampu menjadi solusi terbaik untuk memberantas ganja, serta dapat mengubah kebiasaan masyarakat berkebun tanaman terlarang ini, dengan tanaman lainnya yang potensial dan bernilai ekonomi tinggi. Perwira tinggi Polri lulusan Akpol tahun 1984 itu menuturkan, kendati bukan putra kelahiran Aceh namun dia bertekad, mampu memberi konstribusi terbaik bagi masyarakat di bumi serambi Mekkah ini.
“Insya Allah dengan komitmen bersama disertai niat ikhlas, saya optimis program GDAD mampu menjadi solusi terbaik memberantas tanaman ganja di Aceh. Sehingga dapat menyelamatkan anak bangsa, dari pengaruh narkotika kelas I ini,” ungkap Faisal Abdul Naser.
Dia berharap, kendati kelak dirinya tidak lagi memimpin BNN Aceh, namun program yang akan berkesinambungan hingga tahun 2025 mendatang ini, dapat dilanjutkan secara maksimal demi menciptakan kesejahteraan ekonomi masyarakat di pedalaman Aceh.(Bahrul)