BIREUEN|METRO ACEH-Derita keluarga korban kebakaran di Desa Blang Beururu, Kecamatan Peudada yang rumahnya jadi debu, hingga kini masih terus berlanjut dan belum mendapat perhatian, untuk mendapat rumah bantuan.
Peristiwa tragis yang dialami Samsul Bahri A Gani, 21 hari lalu kian menambah deretan kepedihan keluarga miskin itu. Kini, ayah tiga anak ini melewati hidup bersama istri, di dalam gubuk berukuran 3 X 4. Karena tenda darurat pinjaman Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bireuen, tidak bisa lagi dipergunakan, akibat basah saat hujan tiba.
Seluruh harta benda buruh semprot kebun itu, habis terbakar. Hanya pakaian yang melekat di badan saat itu yang masih tersisa. Karena kondisi hidupnya serba kekurangan, maka keluarga ini harus pasrah melewati beban berat tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami belum memiliki uang untuk membangun rumah yang layak, maka saya bersama keluarga menempati gubuk darurat ini. Karena tenda bantuan saat hujan, masuk air yang mengalir dari luar dan merendam alas di dalam tenda,” sebutnya saat dijambangi wartawan Metro Aceh, Jum’at (1/2) sore.
Karena kawasan tempat tinggalnya rawan banjir, maka dia mendirikan gubuk dengan lantai kayu yang tinggi. Supaya anak dan istrinya, aman dari genangan air hujan. Meski kini hidupnya sangat miris, namun mereka pasrah menjalani kondisi itu, sebagai suatu cobaan Allah SWT.
Sementara istri Samsul Bahri, yakni Cut Tihajar, kepada media ini mengisahkan, saat musibah itu terjadi 11 Januari lalu. Rumah dalam keadaan dikunci, dan tak satu penghuni berada di tempat, karena sedang melakukan aktifitas di luar.
Kebetulan, ada satu unit sepeda motor yang dipakai mengantar anak ke sekolah, sehingga dapat diselamatkan dari amukan si jago merah, yang melahap rumah beserta seluruh isinya.
“Alhamdulillah, berkat bantuan dari Dinas Sosial, kami pelan-pelan membangun gubuk ini, untuk bisa ditempati. Karena tenda kemasukan air yang mengalir dari luar,” ujarnya.
Dia menyebutkan, saat membangun rumah yang telah terbakar itu, mereka butuh waktu empat tahun. Hasil kerja keras suaminya yang bekerja di kebun orang, sebagai tukang semprot racun rumput. Cut Tihajar sempat bertanya ke awak media, apakah mereka layak dapat rumah bantuan, karena dari segi kondisi ekonomi, benar-benar keluarga tidak mampu.
Meski berharap, namun dia tidak ingin menuntut memperoleh rumah bantuan, yang biasanya dibangun oleh pemerintah melalui program Baitul Mal. Karena disadari, hal itu merupakan kebijakan atas kepedulian dari pejabat terkait.
Karena pastinya, untuk menyambung hidup membesarkan buah hati mereka, Cut Tihajar dan suami harus tegar dalam menghadapi situasi seburuk apapun. Dia meyakini, semua rezeki merupakan atas kehendak Nya, jikapun ada perhatian dari pemerintah, itu tentu nasib baik yang telah digariskan, dibalik musibah besar yang mereka rasakan. Sehingga telah menggugah para pemimpin, agar peduli terhadap rakyatnya.
Seperti diberitakan Metro Aceh sebelumnya, akibat dilahap si jago merah saat ditinggal pemilik, satu unit rumah warga Desa Blang Beururu, Kecamatan Peudada musnah terbakar dan menjadi debu, Jum’at (11/1) siang.
Peristiwa naas itu telah menghanguskan rumah Samsul Bahri A Gani (35), yang selama ini dihuni dengan isteri Cut Tihajar (30), serta tiga buah hati mereka. Diantaranya Anissa Mahera (7), Muhammad Safa (5) dan Abdul Hafis (7 bulan). (Rahmat Hidayat)