BIREUEN|METRO ACEH-Oknum keuchik (kepala desa-red) Cot Buket, Kecamatan Peusangan diduga memintai fee kepada seluruh pemilik lahan, yang memperoleh uang ganti rugi pembebasan lahan untuk proyek RS Regional Bireuen. Aksi pungli ini, dilakukan secara rahasia dan hanya diketahui oleh pihak pemberi dan penerima.
Sejumlah warga saat ditemui awak media ini, Selasa (8/1) mengaku semua penerima uang ganti rugi lahan, diwajibkan menyetor “jatah” ke perangkat desa, masing-masing sebesar 3 % per orang atau per kavling. Alasannya, untuk biaya jasa pengurusan yang diserahkan pada keuchik setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika dikalkulasi, dari total anggaran yang dikucurkan sebesar Rp 11,9 miliar, maka hasil pungli tersebut ditaksir mencapai Rp 350 juta lebih, mulus masuk ke saku oknum keuchik itu,”Kami diwajibkan menyetor jatah hudah-huduh (urusan-red) keuchik, yang selama ini sudah sibuk mengurus urusan ganti rugi tanah kami,” ungkap salah satu warga yang minta tak ditulis namanya.
Sumber itu mengaku kecewa, atas sikap rakus oknum keuchik ini. Pasalnya, dari uang jatah fee yang dimintai itu, sebagian besar merupakan warga miskin yang notabene, masih sangat butuh uang untuk membiayai kebutuhan hidup dan masa depan keluarga mereka. Dia berharap, tindakan culas tersebut dapat diproses secara hukum, agar tak terulang dikemudian hari. Konon lagi, masih ada lahan-lahan lain yang masuk dalam proses ganti rugi tahun depan.
Keuchik Cot Buket, T Iskandar yang dikonfirmasi via seluler terkait dugaan itu, membantah semua tudingan tersebut. Menurutnya, seluruh pemilik lahan yang mendapat ganti rugi, sudah berjanji memberi 3 % untuk jasa bagi para perangkat desa. Karena telah bekerja mengukur lahan sejak 2018 lalu.
Dia mengaku, seluruh pemberian pemilik lahan dibagikan kepada perangkat desa, yang telah lelah bekerja melakukan pengukuran serta berbagai pengurusan lain, demi kelancaran proses ganti rugi area lokasi RS Regional. Termasuk, untuk membiayai berbagai pertemuan di meunasah desa itu. Karena tidak sedikitpun kebutuhan tersebut menggunakan dana desa.
T Iskandar saat dihubungi terkesan cukup emosi, dia menyatakan tidak semua penerima ganti rugi menepati janji untuk memberi sebesar 3 %. Namun, pihaknya tidak mempersoalkannya. Seluruh perolehan uang pemberian ini, dibagikan kepada camat, sekdes, kadus, kaur, kepala pemuda, tgk imuem, tuha phuet dan perangkat desa lainnya atas kerja keras selama ini, dalam proses ganti rugi lahan masyarakat itu.
“Mereka sendiri yang berjanji memberi, tapi saat sudah menerima uang susah sekali diberikan. Malah, banyak yang tak sesuai jumlahnya,” sebut T Iskandar.
Dia menuturkan, lazimnya setiap proses jual beli tanah, ada hak perangkat desa sebesar 5 % yang harus dikeluarkan oleh penjual tanah. Namun, karena ini ramai dan kolektif maka cuma 3 % saja,”Saya habis 38 juta untuk biaya operasional awal, termasuk membeli materai cukup banyak tapi kami sikapi sendiri,” tukasnya.
Disebutkannya, janji memberi kontribusi untuk biaya operasional perangkat desa ini, disampaikan usai kunjungan Wakil Bupati Bireuen, Kajari dan sejumlah pejabat daerah ke desa itu beberapa waktu lalu. Namun, akhirnya tak sesuai dengan janji awal tersebut. (Bahrul)